Presiden terpilih, Jokowi sudah mengumumkan postur kabinetnya pada 19 September 2014. Dari 34 kementerian, ada dua kementerian yang menarik perhatian. Yakni, Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) dan Kementerian Pendidikan Tinggi, Riset dan Teknologi (Kemendikti Ristek). Keduanya merupakan pemisahan dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Pro kontra pun mencuat. Padahal jika dicermati, lahirnya Kemdikdasmen ini adalah gebrakan Jokowi menyambut “berkah” Bonus Demografi.
Bonus Demografi
Bonus Demografi (Demographic Dividen) adalah suatu kondisi dimana usia produktif di suatu negara lebih tinggi dari usia non produktif. Ini salah satu buah dari kontrol kelahiran melalui Program Keluarga Berencana (KB) yang digagas sejak tahun 60'an oleh Kementerian Kependudukan dan diteruskan oleh BKKBN. Seperti yang dirilis oleh Kementerian Perekonomian, Indonesia termasuk salah satu negara yang sejak 2010 akan menikmati Bonus Demografi. Puncaknya, di tahun 2035, jumlah penduduk produktif di Indonesia akan mencapai angka lebih dari 60% dari populasi penduduk(lihat gambar). Fenomena langka dan luar biasa.
[caption id="attachment_346568" align="aligncenter" width="512" caption="Bonus Demografi "]
Tak heran, istilah Bonus Demografi pun didengungkan di kalangan dunia pendidikan. Bahkan sudah 3 tahun berjalan. Dalam berbagai kesempatan, program kerja direktorat di bawah Kemendikbud selalu menyinggung pentingnya dunia pendidikan menyambut Bonus Demografi. Ini bisa dipahami, karena jika "bonus" ini digarap dan dioptimalkan maka akan jadi berkah dan modal dasar bagi peningkatan produktifitas ekonomi sekaligus pengembangan pasar domestik yang cukup potensial. Namun jika meleset, negeri ini tidak makin makmur. Malah akan terpuruk.
Bencana Demografi
Agar kesempatan langka dan mungkin hanya sekali dialami Indonesia ini bisa dimanfaatkan secara optimal tentu perlu dilakukan langkah persiapan strategis. Kata kuncinya adalah menyiapkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang melimpah itu menjadi sumberdaya yang produktif dan unggul. Maka, pendidikan dan kesehatan yang paling "bertanggung jawab" dan berperan sangat vital akan keberhasilan tata kelola penyiapan SDM tersebut. Tentu tidak menafikan sektor-sektor lainnya.
Tepat kiranya jika presiden terpilih Joko Widodo, memisahkan Kemendikbud menjadi Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) dengan Kementerian Pendidikan Tinggi Riset dan Teknologi (Kementeriandikti Ristek). Ini untuk mencegah terjadinya Bencana Demografi (Demographic Disaster) akibat penyiapan SDM yang salah urus,
Bidang garapan Pendidikan Dasar Menengah dan Pendidikan tinggi jelas jauh berbeda. Walau tidak dapat dipungkiri ada titik temu diantara keduanya. Namun, sekali lagi diharapkan, pemisahan ini akan menjadikan kedua kementerian fokus pada bidang garapan masing-masing.
Kemendikdasmen, jika benar-benar lahir di kabinet Jokowi akan mendapat amanah yang sangat besar dan berat. Tugas dan tanggung jawabnya adalah untuk menyiapkan generasi unggul melalui pendidikan anak usia dini sampai usia menengah. Konkretnya, Kemendikdasmen akan memprioritaskan pelaksanaan Wajib Belajar 12 tahun di Indonesia. Tidak sebatas Wajib Belajar Pendidikan Dasar (Wajardikdas) 9 tahun. Artinya, setiap anak diIndonesia wajib memperoleh pendidikan sampai menengah atas. Setingkat SMA/ MA atau SMK.