Demikian pertanyaan yang masih sering saya dengar dari teman-teman yang membaca artikel saya, melihat buku di tangan saya, mendengar cerita tentang saya, ataupun menerima kartu nama saya. Sebuah pertanyaan yang mendasar, sebab nama ilmu yang ‘aneh’ ini memang seringkali membuat para pendengarnya bertanya-tanya apa sebenarnya makhluk bernama NLP ini.
Well, sudah sejak beberapa lama saya sering menggunakan sebuah latihan sederhana yang akan saya ceritakan sebentar lagi untuk menjelaskan NLP. Bersiap-siaplah!
Meskipun latihan ini bisa dilakukan dengan mata terbuka, namun bagi beberapa orang menutup mata akan memberikan hasil yang lebih mengesankan.
OK, dengan membuka atau menutup mata, sekarang, dengarkan kalimat berikut ini diucapkan dari kedua telinga Anda, “Anda adalah orang paling baik yang pernah saya kenal.”
Sudah? Ulangi hingga 3 kali.
Nah, apa gambaran atau perasaan yang muncul dalam diri Anda demi mendengar kalimat tersebut?
OK, mari kita lanjutkan. Membuka atau menutup mata, sekarang, dengarkan kalimat, “Saya adalah orang paliiiiiiiiiing bahagia di dunia ini.”
Ho ho, apa lagi yang muncul kali ini?
Hmm…bagaimana dengan kata-kata ini, “Rasakan makanan termanis yang pernah Anda rasakan.”
Ups, maaf, kalau kalimat terakhir ini membuat air liur Anda menetes.
Sebuah pengalaman yang umum, bukan? Hanya sebuah kalimat sederhana, ternyata, tidak bisa tidak, pasti memicu respon dalam pikiran-perasaan-tubuh Anda tanpa bisa dilawan. Tidak percaya? Teruslah membaca artikel ini, dan tandai apakah Anda bisa tidak memunculkan respon apapun.
Ah, agak sulit ya? Cobalah lebih keras. Saya tahu Anda bisa.
Nah, dari latihan sederhana ini saya biasanya melanjutkan ke pembahasan tentang definisi NLP ditilik dari kepanjangannya, Neuro-Linguistic Programming. Ya, kata neuro dan linguistic memang disambungkan dengan “-“ dengan maksud tertentu. Apa kah itu? Sebentar lagi ya.
Secara harfiah dan mudahnya, NLP dapat diterjemahkan sebagai melakukan pemrograman neuro (saraf) menggunakan keahlian berbahasa (linguistik). Menjadi nyambung dengan latihan yang baru saja kita lalui, sebab memang latihan tersebut dirancang untuk menghasilkan fenomena NLP ini. Bagaimana tidak? Anda hanya membaca kalimat sederhana, dan respon tertentu muncul. Nah, respon itu sebenarnya apa sih? Ya susuran saraf.
Loh, kok?
Ya, karena baik respon itu berupa gambaran, suara, atau perasaan, ia hakikatnya terbentuk akibat adanya susunan saraf tertentu di dalam tubuh kita. Bagi mereka yang belum yakin, saya seringkali menanyakan, “Jika saya belah kepala Anda dan berusaha mencari gambaran yang muncul karena mendengar kalimat saya, kira-kira di bagian mana ya saya akan menemukannya?”
Meskipun saya bukan ahli anatomi, saya amat yakin bahwa saya tidak akan pernah menemukannya, selain bahwa ia hanyalah output dari susunan saraf tertentu yang berjalin kelindan dengan begitu indahnya.
Di titik inilah, biasanya teman-teman saya mulai menemukan titik terang akan makna neuro-linguistic, plus mengapa keduanya dihubungkan dengan “-“. Sebab memang terdapat hubungan istimewa antara saraf dengan kata-kata, sebuah hubungan yang begitu erat sehingga tidak satu pun kata yang tidak memunculkan respon pada saraf, kecuali kata tersebut begitu teramat sangat asing bagi si pendengar. Sebuah kejadian yang teramat sangat langka, bukan?
Lalu, bagaimana dengan ‘programming’? Sederhana saja. Jalinan saraf yang terbentuk, begitu ia semakin kompleks, maka ia menjadi semacam program layaknya sebuah program komputer. Bahkan, kalau dipikir-pikir, para ahli bisa menemukan program komputer seperti juga karena menggunakan logika yang sama dengan pikiran manusia. Mereka barangkali hanya belum menyadarinya.
Program-program inilah yang dalam berbagai bentuknya kemudian menjadi yang dinamakan sebagai behavior (perilaku), capability (kemampuan), belief (keyakinan), value (nilai-nilai), dst. Dalam bahasa lain, berbagai hal tersebut sering juga disebut dengan mindset.
Nah, metafora program ini menjadi menarik, karena ia memiliki asumsi bahwa sebuah program tentu dapat diinstal, diuninstal, dikode ulang, dan direinstal. Asumsii ini lah yang kemudian menjadi pendukung berbagai asumsi lain dalam NLP yang mengajarkan kita untuk bisa menjadi tuan bagi diri kita sendiri. Dengan kata lain, berbagai perilaku, kemampuan, keyakinan, nilai-nilai, dll yang kita miliki bisa kita ubah sesuai dengan manfaat yang diberikannya kepada kita. Ketika, misalnya, sebuah keyakinan sudah kadaluarsa, maka tidak ada alasan bagi kita untuk tetap mempertahankannya. Ketika kita membutuhkan kemampuan baru, maka tidak ada alasan untuk tidak segera menginstal kemampuan yang baru. Dan seterusnya.
Demikianlah, maka mempelajari NLP akan membuat kita sadar betul mengapa kita menjadi seperti sekarang, dan bagaimana kita bisa menjadi seperti apa yang kita inginkan. Telusurilah kata-kata yang pernah diinstal ke dalam pikiran-perasaan Anda, dan dengan mudah ia akan membukakan fakta blueprint dari model dunia Anda saat ini. Sementara itu, menjadi lebih mudah bagi Anda dan saya untuk menjadi tuan bagi diri sendiri, yakni dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan respon yang kita inginkan. Maka berhati-hatilah dalam berkata-kata, sebab ia akan menjadi program dalam pikiran-perasaan Anda.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H