Mohon tunggu...
Teddi Prasetya Yuliawan
Teddi Prasetya Yuliawan Mohon Tunggu... profesional -

Founder of "Indonesia NLP Society" Author of "NLP: The Art of Enjoying Life" Facilitator at "Dunamis Foundation"

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Apa Sih NLP Itu? (1)

14 April 2010   03:57 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:48 199
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Ah, agak sulit ya? Cobalah lebih keras. Saya tahu Anda bisa.

Nah, dari latihan sederhana ini saya biasanya melanjutkan ke pembahasan tentang definisi NLP ditilik dari kepanjangannya, Neuro-Linguistic Programming. Ya, kata neuro dan linguistic memang disambungkan dengan “-“ dengan maksud tertentu. Apa kah itu? Sebentar lagi ya.

Secara harfiah dan mudahnya, NLP dapat diterjemahkan sebagai melakukan pemrograman neuro (saraf) menggunakan keahlian berbahasa (linguistik). Menjadi nyambung dengan latihan yang baru saja kita lalui, sebab memang latihan tersebut dirancang untuk menghasilkan fenomena NLP ini. Bagaimana tidak? Anda hanya membaca kalimat sederhana, dan respon tertentu muncul. Nah, respon itu sebenarnya apa sih? Ya susuran saraf.

Loh, kok?

Ya, karena baik respon itu berupa gambaran, suara, atau perasaan, ia hakikatnya terbentuk akibat adanya susunan saraf tertentu di dalam tubuh kita. Bagi mereka yang belum yakin, saya seringkali menanyakan, “Jika saya belah kepala Anda dan berusaha mencari gambaran yang muncul karena mendengar kalimat saya, kira-kira di bagian mana ya saya akan menemukannya?”

Meskipun saya bukan ahli anatomi, saya amat yakin bahwa saya tidak akan pernah menemukannya, selain bahwa ia hanyalah output dari susunan saraf tertentu yang berjalin kelindan dengan begitu indahnya.

Di titik inilah, biasanya teman-teman saya mulai menemukan titik terang akan makna neuro-linguistic, plus mengapa keduanya dihubungkan dengan “-“. Sebab memang terdapat hubungan istimewa antara saraf dengan kata-kata, sebuah hubungan yang begitu erat sehingga tidak satu pun kata yang tidak memunculkan respon pada saraf, kecuali kata tersebut begitu teramat sangat asing bagi si pendengar. Sebuah kejadian yang teramat sangat langka, bukan?

Lalu, bagaimana dengan ‘programming’? Sederhana saja. Jalinan saraf yang terbentuk, begitu ia semakin kompleks, maka ia menjadi semacam program layaknya sebuah program komputer. Bahkan, kalau dipikir-pikir, para ahli bisa menemukan program komputer seperti juga karena menggunakan logika yang sama dengan pikiran manusia. Mereka barangkali hanya belum menyadarinya.

Program-program inilah yang dalam berbagai bentuknya kemudian menjadi yang dinamakan sebagai behavior (perilaku), capability (kemampuan), belief (keyakinan), value (nilai-nilai), dst. Dalam bahasa lain, berbagai hal tersebut sering juga disebut dengan mindset.

Nah, metafora program ini menjadi menarik, karena ia memiliki asumsi bahwa sebuah program tentu dapat diinstal, diuninstal, dikode ulang, dan direinstal. Asumsii ini lah yang kemudian menjadi pendukung berbagai asumsi lain dalam NLP yang mengajarkan kita untuk bisa menjadi tuan bagi diri kita sendiri. Dengan kata lain, berbagai perilaku, kemampuan, keyakinan, nilai-nilai, dll yang kita miliki bisa kita ubah sesuai dengan manfaat yang diberikannya kepada kita. Ketika, misalnya, sebuah keyakinan sudah kadaluarsa, maka tidak ada alasan bagi kita untuk tetap mempertahankannya. Ketika kita membutuhkan kemampuan baru, maka tidak ada alasan untuk tidak segera menginstal kemampuan yang baru. Dan seterusnya.

Demikianlah, maka mempelajari NLP akan membuat kita sadar betul mengapa kita menjadi seperti sekarang, dan bagaimana kita bisa menjadi seperti apa yang kita inginkan. Telusurilah kata-kata yang pernah diinstal ke dalam pikiran-perasaan Anda, dan dengan mudah ia akan membukakan fakta blueprint dari model dunia Anda saat ini. Sementara itu, menjadi lebih mudah bagi Anda dan saya untuk menjadi tuan bagi diri sendiri, yakni dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan respon yang kita inginkan.  Maka berhati-hatilah dalam berkata-kata, sebab ia akan menjadi program dalam pikiran-perasaan Anda.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun