Saya pernah menulis seputar Mbah Maemun yang kagum kepada Gus Dur. Saat itu KH Bahrul Munir sedang asyik memijat Mbah Maemun di Makkah. Tiba-tiba terlintas dalam benak KH Bahrul Munir memikirkan Gus Dur. Tiba-tiba Mbah Maemun mengatakan "Kalau Gus Dur itu titisan Mbah Hasyim Asaary, saya tidak berani. Saat itu KH Bahrul Munir kaget bukan kepalang.
Ketika Gus Dur wafat, satu-satunya Kyai yang datang dan mengakui Gus Dur adalah Mbah Maemun Zubair. Padahal, semasa hidupnya antara Gus Dur dan Mbah Maemun sering bersebarangan.
Bisa jadi, bersebarangan antara dua wali ini memang sebuah cara menjaga negara dan umat islam di Indonesia, khususnya warga NU.
 Kehadiran Mbah Maemun saat wafatnya Gus Dur, dan kehadirnya setiap Khaul Gus Dur menjadi jawaban bahwa Mbah Maemun dan Gus Dur orang yang saling mencintai karena Allah, menjadi NKRI dengan sepenuh hati, dan menjaga Jamiyah NU sebagai wadah ulama dan Durriyah Rasulullah SAW di dalam berdakwah dan menjaga akidah Ahlussunah Waljamaah. Kedunya sama-sama mencintai Durriyah Rasulullah SAW, sama persis dengan Mbah Hasyim Asaary.
Salah satu yang paling  dikagumi Mbah Maemun Zubair adalah jumlah penziarah Gus Dur sejak wafat hingga detik ini belum pernah berhenti. Bukan hanya orang Indonesia, orang asing-pun ikut serta berziarah. Bukan hanya dari kalangan awam, para ulama, Kyai dan Durriyah Rasulullah-pun ikut serta ziarah ke makam Gus Dur. Kalau politis sudah jelas, maksuda dan tujuan Ziarah ke Makam Gus Dur. Tetapi, orang-orang awam, merasakan bahwa Gus Dur itu orang baik.
Ketika masih hidup, Gus Dur sangat dermawan, ketika sudah tiada kotak amal yang area pemakaman Gus Dur, selalu penuh sehingga bisa memberikan manfaat kepada masyarakat sekitar.
Salah satu testimony yang asyik dan menarik, disampaikan oleh sahabat Gus Dur. Beliau adalah  Sarwono Kusumaatmadja, salah satu Kabinet Era Gus Dur. Sarwono adalah menteri Eksplorasi Kelautan Kabinet Pemerintahan Gus Dur.  Menurutnya,  Gus Dur memiliki 2 keistimewaan:
Mampu menghubungkan satu gejala dengan gejala lainnya yang sebenarnya tampak tidak berhubungan, dengan cara jenaka. Semua masalah, kadang bisa selesai dengan candaan dan guyonan renyah Gus Dur. Heranya, guyonan Gus Dur itu asyik, menarik dan tidak menyakitkan.Â
Omongan Gus Dur baru bisa dimengerti beberapa bulan bahkan bertahun-tahun kemudian setelah diutarakan, karena kita ternyata menggunakan perangkat pengetahuan yang parsial untuk memahami pemikiran Gus Dur yg integral. Gus Dur punya "rezim pengetahuan" tersendiri yang tidak dimiliki orang lain.
Ramalan Gus Dur bersifat definitif, bukan spekulatif. Dulu, pada tahun 1986, Gus Dur pernah berkata pada saya, "Saya kelak akan menjadi presiden, maka Kamu menjadi menterinya.
Mendengar pernyataan Gus Dur, Sarwono tertawa. Â Ternyata, pada tahun 1999 Gus Dur menjadi Presiden RI. Saat itu Sarwono di panggil agar menjadi meneteri kelautan.
Lalu Gus Dur berkata "Tahun 1986, saya pernah mengatakan jika saya menjadi Presiden, Engkau harus menjadi meneterinya". Saat itu Sarwono baru sadar, ternyata percakapan dan diskusi tahun 1986 Gus Dur masih ingat. Sejak saat itu Sarwono tidak bisa menolak menjadi menterinya.
Kemudian Sarwono berkata "lantas apa yang harus saya kerjakan? Gus Dur-pun menjawab " lho kok tanya kepada saya? Engkau kan lebih ngerti urusan maritim dan kalauatan. Ini sama persis dengan Mahfudz MD saat diminta menjadi menteri oleh Gus Dur "Engkau kan professor, pasti lebih mengerti dengan tugasmu".
Mba Maemun dipesilahkan makan siang. Tiba-tiba, Mbah Maemun Zubair memegang tangan KH Nasikhin, lalu  bertanya kepada KH Nasikin "coba terangkan, mengapa makam Gus Dur diziarahi orang-orang tanpa henti. Barangkali Gus Dur pernah punya ajian (amalan tertentu) semasa hidupnya.Â
Kemudian KH Nasikhin menjawan pertanyyan Mbah Moen yang selama ini belum pernah terpecahkan. Menurut hemat KH Nasikhin Gus Dur memiliki 4 ajian semasa hidupnya.Â
 Kederhanaan hidup (nrimo ing pandum dalam bahasa sufi di dinamakan qonaah atau ridho dengan pemberian Allah SWT.
Gus Dur pernah menjadi penasehat informal LP3ES. Kesana kemari naik bis gandul. Gus Dur tidak pernah punya dompet. Uangnya selalu di saku. Saat mengetik artikel/buku, Gus Dur menggunakan kertas bekas karena tidak mau menjadi bagian dari para pelaku penggundulan hutan.
Suatu saat Gus Dur berkata "Ho, wes makan? KH Nasikhin menjawab "belum". Sayo makan di depan. Tapi, kamu yang bayari. Soalnya, dompetku kecopet di Bus. Sederhana tingkat dewa, yang tidak pernah merasa khawatir dengan hidupnya. Ini salah satu ciri khas kekasih Allah SWT.
Paling demen silaturrahim sampai ke pelosok-pelosok Jawa, hingga ke Madura mengenalkan pesantren. Bahkan, silaturhami kepada orang-orang yang sudah tiada (wafat). Ada salah satu makam di Tuban yang pernah dikunjungi Gus Dur, sampai sekarang menjadi makam keramat.
 Sangat dermawan. Salah satu ciri khas seorang wali itu adalah "dermawan". KH Muhammad Tholhah Hasan pernah mengatakan "ngak ada ceritanya seorang ahli wirid itu menjadi wali, yang banyak adalah kedermawanan mengantarkan seseorang menjadi seorang waliyullah.  Pernah suatu kali, Gus Dur meminta kepada KH Nasikhin menjualkan mobilnya. Setelah terjual dengan harga 3.5 juta. Maka, uangnya di antarkan ke kediaman Gus Dur.Â
Sesampai di kediaman Gus Dur, ternyata uang dalam ampop diberikan kepada tamunya. Gus Dur belum sempat melihat duitnya berapa. Padahal, sebelum menjual mobil Gus Dur berkata "Ho, tolong jualkan mobilku, berapa-pun harganya. Soalnya, uangnya akan digunakan menjadi modal usaha Mbak Yumu (Nyai Shinta Nuriyah). Ternyata, diberikan kepada orang yang membutuhkan. Itulah ciri khas kekasih Allah SWT.
Gus Dur itu sosok yang Out of the box (khariqul 'adah). Intuisinya sangat tajam, menyelesaikan masalah kadang dengan mengunakan pengalaman, atau mencari akar masalah, dan yang terahir menyelesaikan masalah berdasarkan intuisi.Â
 Setelah mendengarkan penjelasan KH Nasikhin, Mbah Moen menjawab dalam bahasa Jawa  "Ora kuat aku niru Gus Dur. Iku lakune sufi!" Kata Mbah Moen, Gus Dur berhasil membantinkan nilai menjadi laku, intelektualitas mewujud spiritualitas, jamali sekaligus tajalli, roso jd rosa (perasaan menjadi kekuatan).
 Ketika Gus Baha Kagum Kedalaman Fikih Gus Dur
Nasab ilmu Gus Baha itu nyambung dengan Mbah Hasyim Asaary. Gus Baha santri Mbah Maemun yang sanadnya ketemu pada Syekh Muhammad Mahfudz Al-Tumusi, Syekh Abu Bakar Shata, Sayyid Zaini Dahlan, Sayyid Alawi Ibn Abbas kakek dari Sayyid Muhammad Alawi Al-Maliki
Di antara guru-guru Mbah Hasyim  Asaary adalah Syekh Rahmatullah pendiri Madrasah Soulatiyah, Syekh Mahfuz Turmusi, Syekh Zaini Dahlan, Sayyid Abbas, Sayyid Bakar Shata. Sanad Mbah Hasyim, Gus Baha dan Gus Dur, bertemu dengan Syekh Mahfuz Al-Turmusi dan Sayyid Zaini Dahlan di Makkah. Gus Dur juga pernah meminta kepada Mbah Maemun Zubair dibacakan kitab Al-Adzar karya Imam nawawi sebelum berangkat ke Al-Azhar Mesir.
Gus Baha mengakumi kehebatan Gus Dur di daklam mengelola konflik tanpa pertumpahan darah. Â Padahal, Gus Dur saat itu bisa saja mempertahankan kekuasaan. Apalagi pasukan Banser dan Ansor sudah siap siaga mempertahan Gus Dur. Semua tinggal mendapatkan perintah, tetapi Gus Dur tidak melakukan itu. Karena Gus Dur melihat kemaslahatan umat, keutuhan NKRI jauh lebih penting dari pada kekuasaan yang bersifat sementara.
Gus Dur memandangkan Gus Dur sangat visioner di dalam mengelola sebuah konfik. Gus Baha menganalogikan seperti Rasulullah SAW menempuh jalan damai meskipun dirugikan dalam Perjanjian Hudaibiyah.
Dengan kata lain, Rasulullah SAW mampu menaklukkan nafsunya, sampai persis dengan keterangan ayat Alquran yang menerangkan "wal Khadimina Al-Ghoida' yang artinya menahan amarah. Juga, orang-orang yang pernah terlibat melengserkan dirinya dari kursi Presiden di maafkan, sesuai dengan ayat  "wal Afina Aninnas" yang artinya memiiki sifat pemaaf kepada sesama.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H