Mengenang Perjuangan Sayyid Muhammad
Sayyid Muhammad Alawi Al-Maliki pernah mendapat teror habis-habisan dari ulam Arab Saudi. Sampai-sampai, Sayyid Muhammad harus berhenti mengajar di Masjidilharam. Hampir semua tokoh wahabi, seperti Syekh Sulaiman Munik, Syekh Al-Bani, Syekh Jamil Zeno, menentang dan menyesatkan Sayyid Muhamamd Alawi.
Dalam sebuah catatan sejarah. Sayyid Muhammad Alawi Al-Maliki pernah di sidang di istana. Sayyid Muhammad datang seorang diri menghadapi puluhan ulama Wahabi Salafi di Arab Saudi. Namun, nyali Sayyid Muhammad begitu besar. Beliau datang dengan membawa kain kafan. Beliau siap mati di dalam memperjuangkan akidah Ahlussunah Waljamaah.
Ketika berada di hadapan Raja, dan puluhan ulama Arab Saudi. Sayyid Muhammad di tanya oleh sang Raja "Wahai sayyid, apa yang engkau bawa"? Sayyid Muhammad Alawi Al-Maliki menjawab dengan tegas "saya membawa kain kafanku, saya siap mati mempertahankan keyakinanku". Begitulah kira-kira jawaban Sayyid Muhammad Alawi Al-Maliki.
Rupanya, sang Raja justru memberikan tempat khusus di Al-Rusaifah Makkah yang saat ini digunkan pengajin rutin dengan santri-santrinya. Di tempat itulah Sayyid Muhammad mengembangkan dan mengajarkan akidah Aswaja Asaary kepada santri-santri yang berasal dari Nusantara dan Asia, Afrika. Â Sebagian masyarakat Makkah dan Madinah yang sefaham dengan Sayyid Muhammad tetap belajar di Al-Rusaifah.
Hingga sekarang, Sayyid Muhammad Alawi Al-Maliki salah satu panutan ulama Nusantara yang bermukim di Makkah. Beliau salah satu murid dari Syekh Muhamamd Yasin Al-Fadani, dan Syekh Muhammad Yasin adalah santri dari Syekh Mahfuz Turmusi. Syekh Abdul Fattah menyebutkan dalam kitabnya seputar sanad keilmuan ulama Makkah.
Nah, tokoh-tokoh ulama Ahlussunah Waljamaah, baik asal Makkah maupun Nusantara di Makkah begitu banyak, seperti; Â Syekh Yasin Al-Fadani, Syekh Nawawi Al-Bantani, Â Syekh Abdul Hamid Ali Kudus, Sayyid Sayyid Muhammad Alawi Al-Maliki, Syekh Ismail Al-Yamani, Syekh Abdul Fattah Rowah, mereka merupakan guru dan panutan ulama Nusantara, mulai masalah akidah, madhabnya. Semua mengajarkan maulidan nabi Muhamamd SAW.
Jika salah satu dari mereka dilecehkan oleh seorang lak i-laki yang beranama "Firanda". Masak, seorang Firanda secara ujuk-ujuk menyesatkan dan menghina Sayyid Muhammad Alawi Al-Maliki syirik (menyekutukan Allah SWT), sebagimana dia fahami  di dalam buku "Al-Mafahim".
Dengan kata lain, Firanda telah menyesatkan ulama-ulama sebelum Sayyid Muhammad Alawi Al-Maliki. Karena sanad ilmu Sayyid Muhammad nyambung (muttasil) dengan guru-guru di atas. Siapa yang menyesatkan Sayyid Muhammad, berarti telah menyesatkan guru-gurunya, juga menyesatkan ulama Nusantara yang mengajarkan akidah Asaariyah kepada seluruh santri-santrinya. Betapa bahaya ajaran Firanda.
Firanda pernah mengatakan dalam sebuah kajiannya  "malaikat saja tidak bisa memiliki hak otonomi, apalagi Nabi Muhammad SAW. Dengan demikian, Sayyid Muhammad itu melakukan ke-Syirikan, seperti halnya Syiah". Jadi, sangatlah tepat jika kemudian masyarakat Aceh mengusir dari bumi Aceh.
Secara garis besar, NU tidak sepaham dengan Firanda, lebih-lebih santri-santri NU yang sebagian besar memang pernah nyantri di Sayyid Muhammad Alawi Al-Maliki. Santri NU, bukan saja menjadikan Sayyid Muhammad Alawi Al-Maliki rujukan utama dalam masalah akidah, tetapi juga percaya bahwa Sayyid Muhammad itu merupakan durriyah Rasulullah SAW yang wajib dimuliakan. Wajar, jika santri-santri NU, melakukan pembelaan habis-habiskan kepada sang Guru, menyesatkan Sayyid Muhammad sama dengan menyesatkan Syekh Al-Turmusi yang menjadi guru utama KH Muhammad Hasyim Asaary.