Saat berjalan menyusuri Istanbul, saya bersama Juliantono Hadi dan rombongan Manaya Indonesia, selalu mencari tahu informasi seputar Masjid Biru, Hagia Sophia sebagai ikon wisata sejarah dan peradaban Turki.Â
Mencari buku, bertanya, sudah menjadi biasa bagi wisatawan. Apalagi, saat melihat peninggalan-peningglan yang menakjubkan, membuat semakin semangat untuk mengali informasi seputar Istanbul.
Yang paling menarik bagiku adalah informasi terkait dengan  kehebatan Muhammad Al-Fatih menaklukkan Konstantinopel. Saya masih kurang percaya.Â
Kehebatan Muhammad Al-Fatih tidak mungkin berdiri sendiri. Ternyata benar. Rupanya, memang ada orang lain yang sangat menentukan kehebatan Muhammad Al-Fatih di dalam menaklukkan Konstatinopel. Dialah sang motivator sejati, guru spiritual (pembimbing rohani) sang penakluk.
Motivasi Muhammad Al-Fatih dan Peranan Spiritual Sang Guru
Dalam catatan sejarah, sultan Muhammad Al-Fatih menang gemilang menaklukkan Al-Qostontoniyah (Konstantinopel) tanpa cacat sedikit-pun.Â
Padahal, melihat kekuatan tentara, ekonomi, dan juga pendidikan serta peradaban masyarakat Binzatium, rasa-rasanya sangat sulit terkalahkan saat itu.Â
Ketika saya menyaksikan puing-puing tembok benteng konstantinopel yang tebal, kuat, kokoh, hampir-hampir tidak ada satu-pun kekuatan yang mampu mengalahkannya pada waktu itu.
Apalagi, ketika menyaksikan bangunan megah Hagia Sophia yang sangat kokoh, dengan arsitektur khas Bizantium Romawi Kuno, semakin meneguhkan keyakinan ku, bahwa kala itu konstantinopel benar-benar kekuatan yang sangat dahsyat.Â
Hagia Sophia menjadi saksi nyata, bahwa Islam itu ramah, dan Islam itu bukan agama yang merusak melainkan merawat peninggalan Konstatinopel. sekaligus menjadi simbol, bahwa Islam dan Kristen merupakan agama yang bisa hidup berdampingan.
Ketika Muhammad Al-Fatih mampu menaklukkan Konstatinopel, itu merupakan capaian paling tinggi dalam sejarah Penakluk-kan Eropa. Pada umumnya, orang akan ter-kagum-kagum kepada Muhammad Al-Fatih.Â
Saya-pun juga kagum saat melihat dari dekat. Kemenangan itu karena kerja keras, strategi Muhammad Al-Fatih. Motivasi yang tinggi, kerja keras di dalam mempersiapkan diri lahir dan batin, juga mempersiapkan pasukan agar bisa menaklukkan Konstantinopel benar-benar menjadikan kenyataan.
Allah SWT berkuasa atas segalanya "Katakanlah, 'Wahai Tuhan Yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau mulia kan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki, Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Mahakuasa atas segala sesuatu (QS Ali Imran (3:26).
Nah, Muhammad Al-Fatih memiliki seorang guru spiritual yang bernama Syekh Aaq Syamsuddin, beliau sekaligus sebagai penasihat khusus Muhammad al-Fatih.Â
Beliau seorang sufi, tentu saja memiliki kecerdasan intuisi yang sangat tinggi, dibandingkan dengan orang awam pada umumnya. Imam Qusiri menyebut, orang-orang sufi sangat tajam intuisi nya (farrasah), ketimbang logikanya. Muhammad Al-Fatih mampu merasionalkan ketajaman intuisi sang guru.
Nama lengkap guru Muhammad Al-Fatih adalah Muhammad bin Hamzah al-Dimasyqi al-Rumi. Namun, beliau lebih populer dengan sebutan "Syekh Samsuddin".Â
Beliau lahir di kota Damaskus pusat kota Syiria (sekarang). Sedangkan nasab Syekh Samsudin nyambung dengan sahabat Abu Bakar al-Shiddiq r.a. Kaum Sufi dan Thariqoh, sebagian besar sanad-nya menyambung hingga Abu Bakar Al-Siddiq ra.
Peranan guru dan penasehat itu sangat menentukan masa depan seorang pemimpin. Kehebatan Muhammad Al-Fatih tidak lepas dari bimbingan sang guru Syekh Samsuddin.Â
Imam Malik ra, berkata "sesungguhnya ilmu itu agama, maka lihatlah dari mana agama kalian dapatkan". Muhammad Al-Fatih menang, karena bimbingan seorang guru yang membimbing setiap langkahnya untuk mendapat ridho Allah SWT".
Muhammad Al-Fatih sukses menaklukkan Konstantinopel pada tahun 1435 M. semua itu tidak lepas dari bimbingan rohani dan spiritual Syekh Syamsuddin.Â
Setiap langkah dan gagasan Muhammad Al-Fatih, selalu mendapat bimbingan dari Syekh Samsuddin. Sekecil apapun, tindakan Muhammad Al-Fatih dalam urusan pemerintahan, lebih-lebih urusan ibadah selalu di diskusikan dengan sang Guru.
Pada usia yang sangat relatif muda, kira-kira usia 25 tahun, Muhammad al-Fatih sudah mampu membangkitkan semangat pasukannya untuk menaklukkan pasukan paling besar yang tidak pernah terkalahkan oleh siapapun.Â
Sultan Al-Fatih mampu meyakinkan kepada pasukannya mampu menaklukkan Konstatinopel kemana-pun pergi, Syekh Samsuddin selalu mendampinginya Muhammad Al-Fatih.
Syekh Samsuddin telah memprediksi, bahwa Muhammad Al-Fatih-lah, orang yang bisa mengalahkan Bizantium. Syekh Samsuddin mampu menganalisis hadis Rasulullah SAW.Â
Tanda-tanda yang melekat pada diri Muhammad Al-Fatih sudah terang untuk mewujudkan prediksi Rasulullah SAW yang berbunyi " Konstantinopel benar-benar akan ditaklukkan. Sebaik-baik amir (khalifah) adalah amir (khalifah) yang memimpin penaklukkannya dan sebaik-baik tentara adalah tentara yang menaklukkannya." (HR Bukhari).
Seorang guru, akan selalu memberikan motivasi yang terbaik untuk santri nya. Biasanya, seorang guru akan terus mengatakan "Sesungguhnya Allh SWT tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. (Ar-Ra'du(13:11). Dengan harapan, semangat santri tak pernah berhenti di dalam meraih cita-citanya yang sangat tinggi.
Sehari-harinya, mereka menghabiskan waktunya mengabdi kepada Allah SWT. Kaum sufi, tidak pernah mengotori lisan dan hati dengan dzikir kepada Allah SWT.Â
Juga, tidak mengotori lisan dan perbuatan dengan perkara yang dilarang Allah SWT. Mereka mampu membaca aura kekuatan, serta memprediksi masa depan. Kemenangan Muhammad Al-Fatih, tidak lepas dari peran sang Guru yang melihat potensi Muhammad Al-Fatih, dialah orang yang dijanjikan bisa menaklukkan Konstantinopel.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H