Saya-pun juga kagum saat melihat dari dekat. Kemenangan itu karena kerja keras, strategi Muhammad Al-Fatih. Motivasi yang tinggi, kerja keras di dalam mempersiapkan diri lahir dan batin, juga mempersiapkan pasukan agar bisa menaklukkan Konstantinopel benar-benar menjadikan kenyataan.
Allah SWT berkuasa atas segalanya "Katakanlah, 'Wahai Tuhan Yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau mulia kan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki, Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Mahakuasa atas segala sesuatu (QS Ali Imran (3:26).
Nah, Muhammad Al-Fatih memiliki seorang guru spiritual yang bernama Syekh Aaq Syamsuddin, beliau sekaligus sebagai penasihat khusus Muhammad al-Fatih.Â
Beliau seorang sufi, tentu saja memiliki kecerdasan intuisi yang sangat tinggi, dibandingkan dengan orang awam pada umumnya. Imam Qusiri menyebut, orang-orang sufi sangat tajam intuisi nya (farrasah), ketimbang logikanya. Muhammad Al-Fatih mampu merasionalkan ketajaman intuisi sang guru.
Nama lengkap guru Muhammad Al-Fatih adalah Muhammad bin Hamzah al-Dimasyqi al-Rumi. Namun, beliau lebih populer dengan sebutan "Syekh Samsuddin".Â
Beliau lahir di kota Damaskus pusat kota Syiria (sekarang). Sedangkan nasab Syekh Samsudin nyambung dengan sahabat Abu Bakar al-Shiddiq r.a. Kaum Sufi dan Thariqoh, sebagian besar sanad-nya menyambung hingga Abu Bakar Al-Siddiq ra.
Imam Malik ra, berkata "sesungguhnya ilmu itu agama, maka lihatlah dari mana agama kalian dapatkan". Muhammad Al-Fatih menang, karena bimbingan seorang guru yang membimbing setiap langkahnya untuk mendapat ridho Allah SWT".
Muhammad Al-Fatih sukses menaklukkan Konstantinopel pada tahun 1435 M. semua itu tidak lepas dari bimbingan rohani dan spiritual Syekh Syamsuddin.Â
Setiap langkah dan gagasan Muhammad Al-Fatih, selalu mendapat bimbingan dari Syekh Samsuddin. Sekecil apapun, tindakan Muhammad Al-Fatih dalam urusan pemerintahan, lebih-lebih urusan ibadah selalu di diskusikan dengan sang Guru.
Pada usia yang sangat relatif muda, kira-kira usia 25 tahun, Muhammad al-Fatih sudah mampu membangkitkan semangat pasukannya untuk menaklukkan pasukan paling besar yang tidak pernah terkalahkan oleh siapapun.Â