Mohon tunggu...
Abdul Adzim Irsad
Abdul Adzim Irsad Mohon Tunggu... Dosen - Mengajar di Universitas Negeri Malang

Menulis itu menyenangkan.

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Kotak Amal dan Amplop Imam Masjid Al-Aqsa

5 April 2018   10:40 Diperbarui: 5 April 2018   17:34 3231
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: regional.kompas.com (Kontributor Gresik, Hamzah Arfah)

Salam tempel dan kota amal hanya ada di Indonesia. Kalau Singapura, biasanya usai pengajian, masing-masing jamaah menyalami penceramah dengan menempelkan uang. Itulah yang saya rasakan saat pengajian, dan beberapa jamaah asal Singapura melakukan salam tempel. Hanya saja, nilainya tidak besar. Ini merupakan tradisi bagus.

Nah, tradisi salam tempel dan kotak amal, paling banyak dilakukan oleh masyarakat Nusantara. Tidak sedikit, guyonan baik miring maupun positif seputar salam tempel dan kota amal masjid. Seorang Kyai pernah bercanda, "Seorang penceramah, tidak boleh meminta atau mengharapkan selam tempel atau amplop, namun sangat kebangetan, jika seorang penceramah tidak disalamtempeli".

sumber: Internasional kompas
sumber: Internasional kompas
dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi
Ada juga yang bercanda begini, "Saya kalau menerima amplop, saya langsung membuangnya, uangnya yang saya ambil". Biasanya, yang mau bercanda masalah beginian itu adalah Kyai NU. Walaupun tidak sedikit, juga berlaku di tempat lain, dengan model yang berbeda.

Nah, rupanya tidak semua orang berkenan dengan model amplopan dan kotak amal masjid. Sampai suatu ketika, seorang teman yang pernah haji dan umrah mengajukan sebuah pertanyaan mengelitik kepada saya, "Kenapa ya, di Masjidilharam dan Masjid Nabawi tidak ada kotak Amal sebagaimana kota amal di masjid-masjid Indonesia?"

Saya sudah membaca arah dari pertanyaan ini, karena sebelumnya yang penanya sedikit kurang pas dengan kotak-kota amal yang bertebaran di masjid Nusantara.

dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi
Saya-pun menjawab dengan bahasa yang sangat sederhana, "Memang, di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi itu tidak ada kotak amal, tetapi sejatinya yang ikut serta memakmurkan Masjidilharam dan Nabawi itu adalah muslim Nusantara sejak berabad-abad, bahkan sebelum berdirinya Arab Saudi".

Lho kok bisa? Saya mencoba menerangkan, "Jumlah jamaah haji dan umrah dari Indonesia setiap tahun mendekati 1 juta. Angka yang sangat fantastis. Jika harga visa 60-80 U$, dengan nilai rupiah sekitar Rp 1.012.500 x 1 juta, maka nilainya tidak terbatas jumlahnya. Dengan kata lain, muslim Indonesia ikut serta memakmurkan secara fisik (pembangunan) dan juga menjadi jamaah dua masjid suci". Mendengar penjelasan itu, sang penaya cuma manggut-manggut.

Nah, sekarang kita ke Masjid Al-Aqsa, di man masjid ini berbeda nasibnya dengan Masjidilharam dan Masjid Nabawi, di mana kedua masjid tersebut sangat istimewa bagi Muslim Nusantara. Bahkan, orang rela jual tanah, mobil, rumah agar supaya bisa datang ke dua tanah suci untuk memenuhi panggilan-Nya.

Orang Indonesia itu sangat loman (dermawan) ketika berada di Makkah dan Madinah, mereka murah sedekah di dua tanah suci. Di samping karena adanya anjuran agama, Muslim Indonesia memiliki keyakinan bahwa sedekah di Makkah dan Madinah itu berkah dan mendapat balasan dahsyat dari Allah SWT. Di Indonesia boleh pelit, tetapi ketika di Makkah dan Madinah, rasa pelit sedikit berubah menjadi dermawan, walaupun agak sedikit terpaksa.

Nasib Masjid Al-Aqsa tidak begitu makmur dan juga tidak begitu besar dibandingkan dengan Makkah dan Madinah. Pengunjungnya juga tidak begitu banyak, walaupun secara khusus Rosulullah SAW menganjurkan ziarah ke Masjidilharam, Nabawi, dan Masjid Al-Aqsa. KH Tholhah Hasan pernah mengatakan, "Jika memiliki kesempatan dan juga sangu, akan lebih baik berziarah ke Aqsa, dari pada ke tempat lain, seperti Turki dll".

Jika diberikan kesempatan bisa berkunjung di Masjid Al-Aqsa dan sholat di dalamnya, sempatkanlah sedekah atau infak di masjid ini. Sedekah dan infak di Al-Quds (Yerusalem), khususnya di area Masjid Al-Aqsa pahalanya dilipatgandakan menjadi 500 kebaikan, sebagaimana sholat dan ibadah-ibadah lainnya.

dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi
Nah, sebelum sholat atau sholat, semua akan melihat kotak amal yang letaknya di tengah-tengah masjid. Kotak amal ini diperuntukkan untuk kemakmuran masjid, mulai perawatan, kebersihan dan juga untuk para marbot-marbotnya.

Setiap orang bisa memasukkan infaknya di kota amal tersebut, rupannya uang yang dimasukkan itu macam-macam. Ada mata uang dollar Amerika, sekhel Israel, dirham Yordania, real Arab Saudi, dan lain-lain. Apapun, jenis mata uangnya, para donatur bertujuan ingin ikut serta memakmurkan masjid Al-Aqsa.

Bukan saja ada kota amal, imam-imam Masjid Al-Aqsa juga menerima salam tempel (amplop) dari setiap orang yang datang dan menyalaminya. Saya sempat menyalami Syekh Yusuf dengan menempelkan duit, ternyata beliau juga berkenan menerimanya dengan baik dan senang hati. Bukan hanya sedekah kepada orang Islam, sedekah kepada orang-orang fakir miskin yang ada di sekitar Al-Quds (Yerusalem), pahalanya menjadi 500 kebaikan.

Berbeda dengan Masjidilharam dan Nabawi, di mana para Imam dan pengurusnya gajinya setinggi langit. Bahkan muadzin melebihi besarnya gaji seorang gelar profesor di Indonesia. Belum lagi gaji ngaji rutin dan mengajar di kampus Umm Al-Qura University. Jadi, imam-imam Masjidilharam dan Nabawi tidak menerima salam tempel (amplop).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun