Salam tempel dan kota amal hanya ada di Indonesia. Kalau Singapura, biasanya usai pengajian, masing-masing jamaah menyalami penceramah dengan menempelkan uang. Itulah yang saya rasakan saat pengajian, dan beberapa jamaah asal Singapura melakukan salam tempel. Hanya saja, nilainya tidak besar. Ini merupakan tradisi bagus.
Nah, tradisi salam tempel dan kotak amal, paling banyak dilakukan oleh masyarakat Nusantara. Tidak sedikit, guyonan baik miring maupun positif seputar salam tempel dan kota amal masjid. Seorang Kyai pernah bercanda, "Seorang penceramah, tidak boleh meminta atau mengharapkan selam tempel atau amplop, namun sangat kebangetan, jika seorang penceramah tidak disalamtempeli".
Nah, rupanya tidak semua orang berkenan dengan model amplopan dan kotak amal masjid. Sampai suatu ketika, seorang teman yang pernah haji dan umrah mengajukan sebuah pertanyaan mengelitik kepada saya, "Kenapa ya, di Masjidilharam dan Masjid Nabawi tidak ada kotak Amal sebagaimana kota amal di masjid-masjid Indonesia?"
Saya sudah membaca arah dari pertanyaan ini, karena sebelumnya yang penanya sedikit kurang pas dengan kotak-kota amal yang bertebaran di masjid Nusantara.
Lho kok bisa? Saya mencoba menerangkan, "Jumlah jamaah haji dan umrah dari Indonesia setiap tahun mendekati 1 juta. Angka yang sangat fantastis. Jika harga visa 60-80 U$, dengan nilai rupiah sekitar Rp 1.012.500 x 1 juta, maka nilainya tidak terbatas jumlahnya. Dengan kata lain, muslim Indonesia ikut serta memakmurkan secara fisik (pembangunan) dan juga menjadi jamaah dua masjid suci". Mendengar penjelasan itu, sang penaya cuma manggut-manggut.
Nah, sekarang kita ke Masjid Al-Aqsa, di man masjid ini berbeda nasibnya dengan Masjidilharam dan Masjid Nabawi, di mana kedua masjid tersebut sangat istimewa bagi Muslim Nusantara. Bahkan, orang rela jual tanah, mobil, rumah agar supaya bisa datang ke dua tanah suci untuk memenuhi panggilan-Nya.
Orang Indonesia itu sangat loman (dermawan) ketika berada di Makkah dan Madinah, mereka murah sedekah di dua tanah suci. Di samping karena adanya anjuran agama, Muslim Indonesia memiliki keyakinan bahwa sedekah di Makkah dan Madinah itu berkah dan mendapat balasan dahsyat dari Allah SWT. Di Indonesia boleh pelit, tetapi ketika di Makkah dan Madinah, rasa pelit sedikit berubah menjadi dermawan, walaupun agak sedikit terpaksa.
Nasib Masjid Al-Aqsa tidak begitu makmur dan juga tidak begitu besar dibandingkan dengan Makkah dan Madinah. Pengunjungnya juga tidak begitu banyak, walaupun secara khusus Rosulullah SAW menganjurkan ziarah ke Masjidilharam, Nabawi, dan Masjid Al-Aqsa. KH Tholhah Hasan pernah mengatakan, "Jika memiliki kesempatan dan juga sangu, akan lebih baik berziarah ke Aqsa, dari pada ke tempat lain, seperti Turki dll".
Jika diberikan kesempatan bisa berkunjung di Masjid Al-Aqsa dan sholat di dalamnya, sempatkanlah sedekah atau infak di masjid ini. Sedekah dan infak di Al-Quds (Yerusalem), khususnya di area Masjid Al-Aqsa pahalanya dilipatgandakan menjadi 500 kebaikan, sebagaimana sholat dan ibadah-ibadah lainnya.