Mohon tunggu...
Abdul Adzim Irsad
Abdul Adzim Irsad Mohon Tunggu... Dosen - Mengajar di Universitas Negeri Malang

Menulis itu menyenangkan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Filosofi Pendidikan Lukman Hakim

1 April 2018   11:11 Diperbarui: 1 April 2018   11:22 340
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Lihat saja, Allah SWT telah mengkaruniai filosofi dan hikmah yang sangat agung kepadanya, yang tidak diberikan kepada siapa-pun dari hamba-Nya, sebagaimana yang diterangkan di dalam firman-Nya, "Dan sesungguhnya telah Kami berikan hikmah kepada Lukman...." (QS.Luqman (31):12). Barangkali, orang-orang yang mendidik putra-putrinya dengan pendekatan hikmah, berarti telah mengamalkan kandungan Al-Quran.

Apa hikmah yang di maksud, yaitu ilmu agama yang mendalam sehingga ucapan yang santun dan ramah, penuh dengan makna, serta prilaku yang benar-benar bijaksana di dalam menghadapi putranya. Dengan kata lain, orangtua itu tidak boleh berkata kasar dan kotor (misuh-misuh), ketika mengajarkan ilmu, karena tidak pantas kata-kata kasar dan kotor keluar dari ornag tua yang notabene seorang pendidik sejati. Nah, ketiaka orangtua tidak bisa menjadi pendidik, sebagai pengantinya adalah guru.

Ada sebuah kisah menarik seputar Lukman Hakim dan putranya. Kisah ini begitu menarik dan isnpiratif, kisah ini berulang-ulang disampaikan oleh guru saya ketika ngaji di Musolla.

Suatu ketika, Lukman Hakim beserta anaknya mengajak menunggangi seekor keledai mengelilingi suatu kota. Memang, di Mesir dan Aleksandria paling banyak binatang Keledai (lebih kecil dari Kuda). Biasanya menjadi kendaraan para petani, baik di perkotaan maupun pedesaan.

Tujuan Lukman Hakim mengaja putranya naik Keledaia adalah, memberikan pendidikan secara langsung kepada putra-putranya seputar kondisi masyarakat sekitarnya. Beliau pun membawa anaknya berjalan dengan menuntun keledainya menuju suatu kota, sementara Lukman Hakim dan putranya ikut berjalan bersamanya. Masing-masing memegang tampar (kendalinya).

Tiba-tiba, ada seorang laki-laki melihat Lukman dan putranya sedang menuntun keledainya. Orang tersebut kaget. Kemudian berkata kepada Lukman Hakim dan putranya " aku heran, kenapa kalian tidak menunggangi keledai kalian? Kemudian Lukman Hakim berbisik kepada putranya "nak, apakah enaku mendengar apa yang laki-laki katakana kepada kita? Sang anak mendengar "Iya, ayah".

Selanjutnya, Lukam Hakim mengajak putranya menunggangi keledainya kembali, sementara anaknya menuntunnya. Kemudian keduanya berjalan menuju ke kota. Tidak lama kemudian, ada dua orang wanita menatapnya dengan tatapan heran bukan kepalang kepada Lukan dan putranya. Lalu wanita itu berkata dengan nada keras "Wahai orangtua, engkau seenaknya menunggangi keledai, sementara putranya menuntunnya, engkau orantua yang tidak punya rasa kasih sayang kepada putramu sendiri". Kemudian Lukman Hakim turun lalu berbisik kepada putranya  "nak, apakah enaku mendengar apa yang laki-laki katakan kepada kita?Sang anak mendengar "Iya, ayah".

Selanjutnya, Lukman Hakim mengajak putranya menunggangi keledai bersama-sama. Kemudian keduanya menuju kota dan melewati kerumunan manusia yang sedang duduk-duduk asyik di pinggir jalan. Mereka-pun melihat Lukman dan putranya sedang menunggani keledai bersama-sama, lalu di antara mereka ada yang teriak berkata "Lihatlah, dua orang laki-laki ini, antara ayah dan anaknya, keduanya menunggangi seekor keledai yang kurus dan lemah, kdua orang ini tidak memliki rasa kasihan pada kepada seekor keledai ini.Kemudian Lukman Hakim-pun berbisik lembut kepada putranya " nak, apakah engkau mendengar apa yang laki-laki katakan kepada kita? Sang anak mendengar "Iya, ayah".

Mendengar ucapan itu Lukman pun turun dari keledainya. Keduanya lalu membiarkan anaknya tetap di atas keledai. Mereka berdua pun melanjutkan perjalanan hingga bertemu dengan seorang lelaki tua. Tiba-tiba laki-kai itu dengan nada yang sengak (kasar) "Engkau sungguh tidan beradab (tidak sopan) nak! Bagaimana mungkin, engkau seenaknya naik keledai, sementara orangtuanya menuntun keledai tersebut". Kemudian Lukman Hakim-pun berbisik lembut kepada putranya " nak, apakah engkau mendengar apa yang laki-laki katakan kepada kita? Sang anak mendengar "Iya, ayah".

Tidak berhenti sampai di situ, Lukman Hakim juga mengajak dialog putranya, sang Anak-pun mengajukan sebuah pertanyaan sederhana kepada Ayahandanya "Apakah yang seharusnya kita perbuat sehingga semua orang bisa menerima dengan baik apa yang kita lakukan dan kita bisa selamat dari cacian mereka?". 

Lukman Hakim menjawab dengan lembut setiap pertanyaan yang disampaikan putranya "Wahai anakku sayang, aku mengajakmu berjalan menyusuri jalan dengan se ekor Keledai, dengan tujuan memberikan nasehat nyata. Ketahuilah manusia tidak akan mungkin sama di dalam melihat apa yang kita perbuat, sesungguhnya setiap manusia memiliki pandangan yang berbeda, ada yang baik,ada pula yang tidak baik, ada yang sama cara pendangannya ada pula yang bertentangan dengan kita. Jangan pernah menghiraukan mereka, yang terpenting apa yang di kta lakukan itu sesuai dengan tuntunan agama dan tidak  nabrak aturan agama, adat istiadat (urf), dan tidak menganggu orang lain. Dalam kontesk, kekinian tidak bertentangan dengan aturan agama dan negara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun