Mohon tunggu...
Abdul Adzim Irsad
Abdul Adzim Irsad Mohon Tunggu... Dosen - Mengajar di Universitas Negeri Malang

Menulis itu menyenangkan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Jericho dan Yerusalem, Ketika Tiga Agama Hidup Berdampingan

20 Maret 2018   16:22 Diperbarui: 21 Maret 2018   19:45 2634
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kota Yerusalem, menjadi ganjalan utama proses perdamaian Israel-Palestina.(Thinkstock)

Ketika memasuki wilayah Israel, sepanjang perjalanan menuju Kota Jericho dan Yerusalem, saya menyaksikan hamparan pegunungan di samping kiri jalan raya. Gunung-gunung itu kelihatan indah, karena tertata rapi oleh Yang Maha Kuasa, kemudian pemerintah Israel mengelolanya dengan baik.

Sementara di samping kiri jalan raya, saya menyaksikan pertanian, seperti kurma, zaitun, dan sayur-sayuran, serta anggur, yang dikelola dengan baik dan menggunakan teknologi modern. Tentu saja hasilnya sangat berkualitas, sesuai dengan pengelolannya.

Rupanya, antara Jericho dan perbatasan Taba (Mesir), terdapat sebuah pabrik garam yang amat besar sekali yang dikelola secara modern dan higienis. Bisa dikatakan, pertanian di kawasan Israel jauh lebih bagus dan tertata dibandingkan dengan Mesir. Sementara jalan menuju Jericho dan Yerusalem sangat bagus, rapi, bersih. Kira-kira kayak Singapura.

Dok.pribadi
Dok.pribadi
Perjalanan untuk sampai ke Jericho dari kota Taba Mesir membutuhkan sekitar empat jam. Maklumlah, jaraknya sangat jauh, kira-kira 400 Km. Namun, perjalanan ini sangat menyenangkan, karena Djadi Galajapo atau yang lebih populer dengan jukuluang Mr. Cheng Hoo sebagai pelawak selalu mengibur, sehingga letih dan lelah tidak terasa. Apalagi yang mengajak istri, sudah pasti sangat menyenangkan, karena rasa letih dan lelah bisa terobati dengan berbincang ria.

Ketika dalam perjalan itu, tiba-tiba perut bunyi, maklumlah matahari sudah mulai tergelincir ke barat. Kruk...kruk...kruk. Dan, orang yang pertama kali rame dan sambatan adalah Mr. Cheng Hoo, sambil melontarkan "Luwe dan haus (lapar dan dahaga), padahal baru saja kita makan," sindirnya. Ungkapan Mr. Cheng Hoo itu sekaligus mewakili para jamaah yang sedang lapar dan dahaga".

Kalau sudah lapar begini, biasanya PT Manaya Indonesia segera menjanjikan sebentar lagi kita akan makan siang. Mendengar kabar gembira ini, semua tersenyun renyah. Maklulmlah, sejak pagi berjibaku di Border Israel, hingga pukul 15.30 sore belum makan.

Sesampai di Kota Jericho, sudah disiapkan makan siang ala Palestina. Sudah menjadi sebuah tradisi, setiap masakan selalu disediakan roti yang menurut Mr. Cheng Hoo disebut dengan "rothos" yang artinya "roti atos". Konon, ini bahasa Ibrani ala Persebaya.

Sayur-sayuran khas Palestina itu warnanya ungu, ada juga putih, hijau. Juga, daging sapi yang sudah dilembutkan "mafrum" dan ayam. Dan jangan lupa, apa-pun menunya, selalu ada buah Zaitun, sekaligus menjadi ciri khas masakan di Palestina.

Zaitun menjadi masakan khas, karena memang Bukit Zaitun ada di Yerusalem. Dan sepanjang perjalanan, kalau kita menoleh ke kiri dan ke kanan, banyak sekali perkebunan zaitun. Juga di depan rumah-rumah warga, bertebaran pohon zaitun dan Al-Tin. Allah SWT bersumpah dengan "zaitun", maka makan buah zaitun berarti telah mengamalkan isi Al-Quran.

Makan siang di restoran Jericho

Ketika memasuki Jericho, jangan kaget. Karena di kota ini, penduduknya beragam, Muslim, Yahudi dan Kristen. Di Kota ini, semua bisa hidup berdampingan. Mereka memiliki tempat ibadah masing-masing, tanpa harus saling mengganggu. Bahkan, di kota ini terdapat tempat Casino yang besar banget. Baik orang Yahud, Muslim dan Kristen, ketiga-tiganya bisa bahasa Arab dan Ibrani. Orang Kristen juga fasih mengucapkan alhamdulillahirobbil alamin, karena mereka setiap hari menggunakan bahasa Arab. Begitu juga seorang muslim biasa menyapa Yahudi dengan salom.

Karena begitu laparnya, maka semua makanan yang dikeluarkan langsung disantap. Hingga tak tersisa. Kemudian usai makan, sang pemilik restoran membagikan jus segar berwarna hijau. Setelah dicoba, rasanya kecut ampun-ampunan. Kemudian Mr. Cheng Hoo melempar guyonan segar, "Ada cara khusus minum jus ini, caranya kalau minum waktu sepi biar cepat habis". Terus ada yang bertanya gimana caranya, "Ketika tidak ada yang melihat, maka tumpah dan buang isinya ke samping, maka jus itu akan habis". Mendengar ucapan itu, lantas ada yang bilang, "Ga koyok koyo o".

Usai makan, semua menuju masjid dekat restoran tersebut. Kami semua sholat jamak qoshor. Semua menuju Gunung Gorontol, tempat Nabi Isa AS bertapa selama 40 hari empat puluh malam. Namun, jamaah tidak naik, karena di samping jauh, juga lelah, dan waktunya juga terbatas. Ketika guide kami Maad yang kebangsaan Palestina itu menjelaskan bahwa gunung itu bernama Gorontol, tiba-tiba ada yang nyeletuk, "Kalau tidak punya gigi, bisa menjadi, bunyinya gimana?

aqsa-5ab0d0c5dd0fa86a442b7483.jpg
aqsa-5ab0d0c5dd0fa86a442b7483.jpg
Gunung Gorontol atau yang lebih populer dalam bahasa asing di sebut "The Mount of Templation" memiliki kisah yang menakjubkan. Nabi Isa AS, bermunajat kepada Allah SWT selama 40 malam agar mendapatkan wahyu Allah SWT. Kemudian, Allah SWT menurunkan wahyu kepada Isa AS.

Rupanya, di tempat ini banyak sekali wisatawan yang kulitnya warna putih bersih. Matanya sedikit sipit. Kemana mata, sejauh mata memandang, selalu kulit putih bersih yang terlihat. Muda-muda, cantik dan ganteng, terlihat sekali jika mereka itu orang yang cukup duit untuk berwisata ria. Rupanya, sebagian besar dari wisatawan datang dari China, Korea, dan Hongkong. Mayoritas mereka beragama Kristen. Karena mereka yakin, bahwa gunung tersebut tempat Nabi Isa berinteraksi dengan Tuhan. Makanya, kadang orang Palestina saat menyapa "Anta shin (kamu dari China)?"

Di tempat ini, banyak sekali pertokoan yang menjual oleh-olah khas masyarakat Jericho. Buah yang menjadi andalan pertanian Jericho adalah kurma "medjoel", zaitun dan Al-Tiin. Namun, yang menjadi oleh-oleh khas dari Jericho adalah "kurma medjoel" atau yang lebih terkenal dengan sebuatan "kurma Amerika". Ukurannya sedikit lebih gede, dibanding dengan kurma lainnya.

Orang Indonesia menyebutnya dengan "kurma US". Padahal, kurma ini aslinya tumbuh di Madinah. Jika di Pasar Kurma Madinah, 1 Kg dijual dengan harga 70 SR, sedangkan 1 Kg Kumra Medjoel Jericho sekitar 25 $. Kurma ini rasanya memang luar biasa, legit dan ngageni, membuat diri ingin pergi lagi ke Yerusalem.

Ziarah makam Salman Al-Farisi disambut kurma medjoel

Biasanya, setiap ada acara tertentu, baik di pernikahan, masjid-masjid, atau tempat acara lain, kurma ini menjadi andalannya. Seperti saat berziarah ke makam Sahabat Salman Al-Farisi. Kebetulan saat ini memasuki waktu magrib. Usai shalat berjamaah, banyak sekali kawula muda Pelestina, remaja dan orangtua sedang berkumpul ria.

Seorang remaja dengan membawa kurma Medjoel dan Qohwah menarkan kepada setiap tamu yang datang. Saya-pun beserta jamaah ikut serta menikmati kurma itu. Sementara kuala muda berkumpul, dan seorang laki-laki paru baya sedang mengalunkan ayat-ayat suci Al-Quran, kaya majlis taklim di Nusantara. usai membaca Al-Quran, seorang pria paruh baya (ustad), berceramah dengan menggunakan baju jas necis dan berdasi.

Menariknya, mereka tidak ada yang berjubah seperti orang Arab di Makkah dan Madinah, melainkan celana jeans. Bahkan, jaketnya jarang yang bertuliskan Arab, justru tulisan latin dan Inggris dan bahasa Ibrani.

Ketika sepulang dari masjid misalnya, penduduk Palestina mencegat para jamaah. Putra-putrinya berada di pingir jalan menawarkan kurma medjoel dan teh panas. Mereka begitu bangganya bisa berbagi kurma kepada tamu-tamu yang sedang menikmati sejuk dan damai nya Masjid Al-Aqsa. Sesekali, jamaah mengajak berfotoria, sambil memangku putra-putri yang cakep nan imut itu.

Selanjutnya, menuju makam (petilasan) Rabiah Al-Adawiyah seorang ratu sufi yang menghibahkan hidupnya hanya cinta kepada Allah SWT. Makam itu terletak di bawah. Kami semua berada di depan. Tiba-tiba, ada seorang pria mendekat dan membukakan pitunya. Kami-pun semua masuk dan tawassul kepada Rabiah Al-Adawiyah.

Usai ziarah dan foto-foto, pria tersebut berkata "Makam Rabiah Al-Adawiyah ada tiga tempat, pertama ini, kedua di Bahsrah, dan ketiga di Cairo". Ada-pun yang tahu, di mana makam jasadnya, Allah-lah yang maha tahu. Walaupun tanpa datang-pun, doa dan tawassul itu akan sampai kepada Rabiah Al-Adawiyah.

Sholat isya dan magrib di Masjid Al-Aqsa

Usai kunjungan resmi ke petilasan Rabiah Al-Adawiyah, semua meluncur menuju masjid Al-Aqsa untuk menunaikan sholat berjamaah jamak qoshor (magrib dan isak). Ketika memasuki pintu utama (Maqbarah Al-Rohmah/pemakaman dekat Masjid Al-Aqsa).

Di depan pintu, tentara Israel berjaga-jaga dengan membawa senjata lengkap. Mereka hanya berjaga-jaga, sesekali bertanya "berapa jumlah kalian". Kami pun ikut menyelusuri jalan menuju Masjid Al-Aqsa. Ustad Zaki mengajak bertakbir karena ini merupakan nikmat Allah SWT yang agung, sehingga bisa sampai ke Masjid Al-Aqsa.

Sesampai di pelataran masjid, rupanya sholat isak sudah dilaksanakan. Maklumlah, sebagian dari jamaah banyak yang mengambil wudhu, sehingga sholatnya ketinggalan. Saya dan Kyai Azis ke khammam (toilet) untuk berwudhu. Sepi toiletnya, tidak seperti di Makkah dan Madinah. Karena memang, usai sholat Isak, pintu-pintu utama masuk Masjid AL-Aqsa ditutup. Barulah pukul 3.30 pagi di buka lagi.

Setelah berwudhu, kami semua sholat berjamaah di masjid berkubah emas. Kyai Aziz yang menjadi imamnya. Dengan begitu, Kyai Azis pernah menjadi imam tiga masjid suci, Masjidil Haram, Masjid Nabawi, dan Masjid Al-Aqsa karena telat jamaah. Akan tetapi, kita sholat di masjid kubah emas, bukan Masjid Aqsa tempat Rosulullah SAW dan para utusan-Nya sholat berjamaah.

Tidak lama kemudian, kami semua berjalan kali menuju hotel Golden Walls yang letaknya sangat dekat. Namun kamu semua tidak langsung, karena kebiasaan selfie dan foto tidak bisa terelakkan lagi. Sebelum keluar pintu gerbang, terdapat sebuah gua yang konon menjadi tempat kelahiran Maryam Ibn Ali Imran ayah dari Maryam.

Setelah melewati pintu gerbang, persis sebelah kanan pintu gerbang, terdapat maqbarah Al-Rahmah, saya mendekat. Ternyata, tertulis di situ nama-nama sahabat Rosulullah SAW, Ubadah Ibn Shomt dan Saddad Ibn Aus juga dimakamkan di situ. Kami pun menyapa dengan mengucapkan "Assalamu Alaikum Ya Ahlal Kubur" sambil membaca surat Al-Fatihah dan kalimah-kalimah Toyyibah lainnya.

Golden Walls Hotel

Hotel ini bagus dan reccomended bagi wisatawan, di samping dekat dengan masjid, hotel ini bagus dan menu makanannya juga sesuai dengan lidah Nusantara. Sekali lagi, Zaitun dan buah Tin sudah pasti ada di situ. Paling atas, ada caf, cocok bagi perokok sambil menikmati sejuknya dan indahnya Kota Yerusalem.

Esoknya paginya, tepat pukul 3.30 kami semua berangkat menunaikan sholat subuh di Masjid Al-Aqsa. Udaranya sangat sejuk hingga menusuk tulang. Bagi orang Indonesia, suhu 14 derajat seperti sedang direndam es, tetapi bagi masyarakat setempat itu biasa-biasa saja.

Ketika berjalan menuju masjid menyusuri lorong-lorong kecil dan besar, sepi. Temboknya yang besar, dan kuno, seperti pada masa Salahuddin Al-Ayyubi dan Romawi. Beberapa pemuda muncul dari gang-gang sambil membawa secangkir kopi dan rokok. Rupanya, pemuda dan masyarakat Palestina suka banget ngopi dan ngrokok.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun