Mohon tunggu...
Syarifah Lestari
Syarifah Lestari Mohon Tunggu... Freelancer - www.iluvtari.com

iluvtari.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Hoaks, Penyangkalan, dan Drama Covid-19 di Rumahku

2 Agustus 2021   07:00 Diperbarui: 2 Agustus 2021   12:50 673
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ah entahlah, kata Kakak dokter nyuruh pulang. Kata perawat pasien minta pulang. “Kira-kira kapan swab lagi dan kapan hasilnya keluar?”

“PCR gak bisa ditebak, Bu. Kemungkinan tiga hari baru hasilnya didapat. Kalau masih positif, jarak beberapa hari baru swab lagi. Kira-kira perpanjang seminggu lagi, baru bisa pulang.”

Kupikir, kalau memang Mamak yang minta pulang, bisa stres beliau jika ditunda hingga sepekan. Akhirnya hari itu aku keliling mencari Lurah yang bersedia membubuhkan tanda tangan pada surat yang kubawa dari RS.

Aku dan kakak-kakak berada di kelurahan yang berbeda. Niat kami agak buruk memang, yang penting dapat tanda tangan, nantinya terserah Mamak mau pulang ke rumah yang mana. Di kantor lurah alamatku, pegawainya menolak dengan berbagai alasan. Salah satunya, data Mamak harus masuk dulu ke KK-ku.

Wajar kan kalau warganya ngawur? Perangkat pemerintah juga ngawur. Dulu aku ubah KK karena tambah anak saja butuh tiga bulan. Dia suruh Mamakku nunggu tiga bulan baru pulang! Pengin ngomong kotor, malu sama jilbab.

Akhirnya dapat tanda tangan di kelurahan kakakku yang lain. Jangan tanya berapa jumlah kakakku, banyak! Dan malamnya Mamak bisa dijemput pulang meski masih positif. Insyaallah noninfeksius, alias tidak menularkan.

Karena siangnya petugas kelurahan berpesan agar pasien dilaporkan ke puskesmas, muncul masalah baru. Mamak memilih pulang ke rumahku, puskesmas terdekat tentu saja berada di kelurahan tempatku berdomisili. Sementara menurut temanku yang juga positif covid, jika melapor ke puskesmas, pihak puskemas akan mengabari RT setempat. Lalu RT akan melapor ke Lurah. Ketahuan dong!

Semalaman aku dan kakak rumah terdekat berdiskusi. Lapor ke puskesmas atau tidak? Sementara kakakku yang kemarin menemani Mamak, ternyata hasil swabnya positif, tapi ia memilih tidak lapor. Diam-diam isoman di rumah saja, khawatir stigma masyarakat.

Sampai pagi belum diputuskan, apakah Mamak akan dilaporkan ke puskesmas atau tidak. Kondisi Mamak terlihat baik, tapi masih ada batuk. Makin membingungkan. Sampai kemudian, sebelum tengah hari, satu file pdf dikirim kakak yang isoman.

Hasil swab terakhir; Mamak negatif. Alhamdulillah, aku lega. Tak jadi beban karena tak perlu melapor ke puskesmas. Kemudian kakak yang semalam ikut menjemput Mamak di RS menelepon.

“Gemblung! Sudah susah-susah cari tanda tangan, bingung ini bingung itu. Dak taunyo hasil keluar dak sampe sehari!” kemudian kami ngakak bareng.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun