"Awak betino, gawenyo manjat!" (kamu itu perempuan, kok kerjaannya manjat!)
Makin ramai yang belanja di warung Mamak, makin banyak kalimat nyinyir yang terlontar dari mulut-mulut unfaedah. Mamak biasanya terlalu peduli dengan ucapan tetangga, dan kerap menyuruhku turun.
Dulu di keliling rumahku banyak pohon yang panjatable. Pohon jambu dan rambutan. Ada juga pohon mangga yang banyak kerenggo (entah apa bahasa Indonesia-nya), pohon macang yang besar, kedondong yang lebih besar lagi, dan pohon pepaya yang jelas tak bisa dipanjat.
Bapak yang cuek, biasanya memberi respons lebih santuy. "Tokor yo tokore dewe, ra nyilih!" (kakinya punya sendiri, gak minjem!)
Aku tau istilah yang beliau gunakan tergolong kasar. Tapi Bapak kalau bercanda memang seenak udel. Lagi pula seimbang aja sih dengan ucapan tetangga. Menyebut "perempuan" saja jarang-jarang, gantinya "betino!" kata yang lebih tepat disematkan pada hewan.
Syukurnya, keberpihakan Bapak menurun pada kakak-kakakku. Â Kalau tetangga rese' komentar negatif melihat aku manjat, mereka menyuruhku pindah ke pohon samping rumah. Kadang aku juga bisa merayap di ruang antarlemari, di jendela, atau meniti ranjang tempat kami tidur, yang terbuat dari besi padat.
Sensasi memanjat itu tak terkata nikmatnya. Maka aku tak heran jika anak-anak suka melakukan hal yang sama di usia yang sama denganku dulu.
Si kakak ketika di TK paling hobi meniti tali dengan kepala di bawah. Si adek, tak akan membiarkan pagar atau tangga yang ia datangi nganggur, tanpa dipanjat dulu dengan berbagai cara sebelum pulang. Sekarang pohon-pohon sudah jarang, jadi panjat yang ada saja. Yang penting, orangtua mengawasi. Bukan sekadar boleh lalu dianggap anaknya sakti. Gak bakal jatuh.
Baca juga:Â Menu Sahur per 10 Hari Ramadan
Manfaat Memanjat
Si kakak empat tahun bersekolah di sekolah alam. Di sanalah kutemukan sekolah yang mendukung anak-anak untuk memanjat. Bukan sekadar membebaskan anak, tapi juga memahamkan orangtua bahwa kegiatan memanjat memiliki manfaat, dan tidak hanya dibolehkan untuk anak laki-laki.
Dikutip dari kompas.com (3/8/15), hasil penelitian University of Florida menyebutkan bahwa orang yang melakukan aktivitas memanjat memiliki memori yang lebih baik dibanding yang tidak. Penelitian itu difokuskan pada kegiatan proprioceptively dynamic, yakni kemampuan seseorang untuk merasakan posisi tubuh dan gerakan.
Tak hanya memanjat, peserta yang terlibat dalam penelitian tersebut juga meniti balok, serta aktivitas yang berkaitan dengan keseimbangan lainnya. Sebelum dan setelah kegiatan, peneliti mengecek memori peserta, kemudian mendapatkan hasil bahwa kapasitas memori mereka naik hingga 50 persen.
Semakin tinggi kapasitas memori seseorang, maka daya ingat dan kemampuan otak memproses informasi, akan lebih baik. Itulah kenapa memanjat sebaiknya tidak hanya dilakukan anak laki-laki. Sebab perempuan juga berhak punya daya ingat dan daya nalar yang baik.
Hebatnya bapakku yang bukan peneliti dan tak punya sekolah alam. Beliau sudah tau kalau memanjat pohon itu bermanfaat. Atau cuma supaya anaknya jangan ganggu kerjaan orangtua?
Baca juga:Â Ini yang Terjadi pada Anak Ketika Tahu Ortunya Selingkuh
Terserah sajalah. Yang jelas kalau tetangga dituruti. Bukan hanya memanjat, main sepeda juga hanya untuk anak laki-laki. Main mercon, gambaran, muter ban motor bekas, semuanya diperuntukkan bagi anak laki-laki. Perempuan main boneka, masak-masakan, lompat karet, dan domikado.
Yang menurut psikolog di sekolah anakku dulu, juga berbagai artikel terkait pengasuhan, menghasilkan laki-laki yang antidapur. Juga perempuan yang tidak mandiri, ke sana kemari harus diantar karena tak mampu mengendarai kendaraan, sebab tak terlatih menjaga keseimbangan.
Semua karena pola asuh, dan stigma tentang permainan yang terbawa hingga ke kehidupan nyata. Perempuan harus memasak dan mengasuh. Laki-laki harus bekerja. Nggak salah-salat amat sih!
Masalahnya, dunia butuh penyesuaian. Perempuan dan laki-laki harus berbagi peran setiap hari. Berbagi ya, bukan bertukar. Bertukar pun tak apa, selama tidak menyalahi fitrah.
Yang tidak boleh tertukar itu, fungsi yang berkaitan dengan fisik bawaan. Perempuan melahirkan, laki-laki yang membuahi. Jangan ditambah-tambah lagi, mumet!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H