Mohon tunggu...
Syarifah Lestari
Syarifah Lestari Mohon Tunggu... Freelancer - www.iluvtari.com

iluvtari.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Jantan Betino, Boleh Manjat Galo!

1 Mei 2021   18:54 Diperbarui: 1 Mei 2021   18:56 260
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Annie Spratt on Unsplash

Dikutip dari kompas.com (3/8/15), hasil penelitian University of Florida menyebutkan bahwa orang yang melakukan aktivitas memanjat memiliki memori yang lebih baik dibanding yang tidak. Penelitian itu difokuskan pada kegiatan proprioceptively dynamic, yakni kemampuan seseorang untuk merasakan posisi tubuh dan gerakan.

Tak hanya memanjat, peserta yang terlibat dalam penelitian tersebut juga meniti balok, serta aktivitas yang berkaitan dengan keseimbangan lainnya. Sebelum dan setelah kegiatan, peneliti mengecek memori peserta, kemudian mendapatkan hasil bahwa kapasitas memori mereka naik hingga 50 persen.

Semakin tinggi kapasitas memori seseorang, maka daya ingat dan kemampuan otak memproses informasi, akan lebih baik. Itulah kenapa memanjat sebaiknya tidak hanya dilakukan anak laki-laki. Sebab perempuan juga berhak punya daya ingat dan daya nalar yang baik.

Hebatnya bapakku yang bukan peneliti dan tak punya sekolah alam. Beliau sudah tau kalau memanjat pohon itu bermanfaat. Atau cuma supaya anaknya jangan ganggu kerjaan orangtua?

Baca juga: Ini yang Terjadi pada Anak Ketika Tahu Ortunya Selingkuh

Terserah sajalah. Yang jelas kalau tetangga dituruti. Bukan hanya memanjat, main sepeda juga hanya untuk anak laki-laki. Main mercon, gambaran, muter ban motor bekas, semuanya diperuntukkan bagi anak laki-laki. Perempuan main boneka, masak-masakan, lompat karet, dan domikado.

Yang menurut psikolog di sekolah anakku dulu, juga berbagai artikel terkait pengasuhan, menghasilkan laki-laki yang antidapur. Juga perempuan yang tidak mandiri, ke sana kemari harus diantar karena tak mampu mengendarai kendaraan, sebab tak terlatih menjaga keseimbangan.

Semua karena pola asuh, dan stigma tentang permainan yang terbawa hingga ke kehidupan nyata. Perempuan harus memasak dan mengasuh. Laki-laki harus bekerja. Nggak salah-salat amat sih!

Masalahnya, dunia butuh penyesuaian. Perempuan dan laki-laki harus berbagi peran setiap hari. Berbagi ya, bukan bertukar. Bertukar pun tak apa, selama tidak menyalahi fitrah.

Yang tidak boleh tertukar itu, fungsi yang berkaitan dengan fisik bawaan. Perempuan melahirkan, laki-laki yang membuahi. Jangan ditambah-tambah lagi, mumet!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun