Ketika kuceritakan tentang pengakuannya punya nenek di RS tersebut, suamiku malah makin meradang. "Neneknya kerja di sini juga, bukan yang punya rumah sakit!" katanya.
Kupikir masalah selesai sampai di situ. Toh kata dokter paling lama tiga hari aku di sana, malah kemungkinan bisa pulang besok sore. Jadi tak usah terlalu ambil pusing soal perawat jutek, yang waktu itu kutebak sedang PMS.
Ternyata suami tak puas. Ia sebal melihat anak dan istrinya diperlakukan tak layak. Besoknya, pagi-pagi sekali perawat itu datang ke kamarku, meminta maaf pada kami berdua. Apa yang terjadi?
Rupanya, diam-diam suami menemui direktur rumah sakit. Ia menceritakan semua kejadian yang kami alami. Tak ada teriakan, tak perlu baku hantam. Perawat itu belum lagi pulang ke rumah, namun ia diwajibkan oleh atasannya untuk meminta maaf pada kami, atau tak usah datang lagi malam nanti. Sekalian sama neneknya!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H