Tapi si bapak tak tau kalau nilaiku mulai naik karena aku sedang gandrung dengan lagu barat. Kalau rumus-rumus itu, kepalaku selalu menolaknya.
Ada pula guru agama yang cerita hal sama. "Nilai PPKn kamu rendah ya, Syarifah?" dengan suaranya yang menggelegar, si bapak bertanya.
"Tiap bagi rapor, Pak."
Baca juga: Agar Anak Mau Belajar di Rumah
"Oo, kamu. Pantes saya kasih agama tinggi, Bu L protes!" katanya. "Saya kasih liat kertas ujian kamu, saya suruh tes sendiri kamu nulis Arab. Gak mau ibunya. PPKn ya PPKn, agama ya agama. Kenapa harus sama ...," omel si bapak.
Aku jadi berpikir keras, apakah ini efek dari protesku suatu hari dulu. Aku pernah mendatangi wali kelas sekaligus guru PPKn, memperlihatkan hasil ujianku dengan nilai 100. Sementara di rapor bulanan, nilaiku hanya 70.
Kemudian Bu Guru mengeluarkan sebuah buku besar, "Kamu pernah mengeluarkan baju (ujung kemeja keluar dari rok), ini ada catatan tanggalnya!"
Buset! Pengin nampol takut durhaka.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H