2. Nenek Nursini
Pertama kali bertemu langsung dengan nenek asal Kerinci ini, di sebuah acara di Kantor Bahasa Jambi. Namanya Nursini Rais, mendebatku entah perkara apa, dan aku juga entah jadi pembicara apa. Sudahlah, capek pula mengingat-ingat yang gak ada duitnya.
Lucunya, aku kemudian mendapatkan naskah buku beliau yang dicetak ulang oleh penerbit lain, untuk kusunting.
Bukunya bagus sekali, sangat menarik. Sayang, namaku sebagai editor tidak tampil di buku tsb setelah diterbitkan. Entah salah siapa, dunia memang kadang kejam. Untung transferannya tetap masuk.
3. Kak Ita
Namanya Ismuziani ita, agak sulit dihafal. Lebih mudah disebut Kak Ita, karena itu yang beliau minta. Dan karena umurnya lebih 5 tahun dariku.
Kok tau? Ya kan kita tukeran nomor WA. Mamak-mamak gitu dong! Kenalan, ngemeng-ngemeng. Semua berawal dari nama depanku, yang dikiranya sama-sama orang Aceh.
Tapi bukan faktor kenal (baca: orang dalam) yang membuatku memasukkan nama kompasianer yang pernah ngedumel soal Label Pilihan ini. Melainkan karena Kak Ita merupakan orang yang banyak berurusan dengan pasien gangguan mental/kejiwaan.
Kebanyakan penulis fiksi memang suka dengan hal-hal berbau psikologi. Ini bukan kata siapa-siapa, tapi aku mendapatinya di FLP (Forum Lingkar Pena), komunitas yang aku ada di dalamnya sejak 14 tahun lalu.
Jadi menyimpan nomor Kak Ita adalah kebutuhanku, untuk suatu saat melakukan wawancara sebagai referensi tulisan. Atau mungkin untuk konsultasi?
4. Kakak yang lahir di Medan itu