Keponakanku berjalan terburu-buru dari kamar mandi, mukanya pucat.
"Di belakang ado belang-belang!" katanya dengan napas memburu.
Belang-belang? Semua yang ada di ruang TV bingung.
"Dio tu kayak nyamuk, besak. Hidungnyo dak ado," katanya lagi sembari mempraktikkan orang bongkok dan menunjuk hidungnya sendiri.
Oh, tahulah kami. Sejak bayi memang dia langganan melihat yang aneh-aneh. Penamaan belang-belang sendiri adalah karyanya. Sebelum dan setelahnya, ia selalu punya nama yang berbeda-beda, semau dia saja.
Seiring bertambahnya usia, makin berkurang tingkah anehnya. Setelah masuk usia SD, tak pernah lagi ia bertingkah demikian. Yang kami lakukan adalah tidak membahas apa yang ia lihat.
Pengalaman Masa Kecil
Tak tahu berapa usiaku waktu itu. Kami berada di Jambi Kota Seberang, wilayah Kota Jambi di utara Sungai Batanghari yang kehidupan masyarakatnya masih tradisional.
Aku dan Mamak menginap di rumah kerabat, sepasang suami istri yang hanya tinggal berdua. Suatu malam, kulihat ada benda merah kecil mengawang di depan pintu Nek Cik, begitu aku memanggilnya.
Benda itu sepertinya bergerak dari kamar ke luar. Hari gelap, dan Nek Cik sendirian di dalam. Aku dan Mamak ada di kamar yang lain.
Sambil lalu kubilang ke Mamak, "Ada merah-merah terbang di depan kamar Nek Cik." Kalau saja ucapan itu keluar dari mulut anakku sekarang, mungkin sudah kumarahi. Gak penting.
Sebab gara-gara ucapanku, Mamak berpikir yang bukan-bukan. Beliau segera memanggil Nek Cik di kamar, dan orang tua yang hampir seusia mbahku itu keluar bersama rokok di mulutnya.