Ada satu pantangan lagi yang menurutku rada aneh. Jika ingin menikmati bubur merah putih, yang putih jangan dimakan. Dibuang atau berikan pada ayam. Jadi bubur putih dibuat hanya untuk dibuang?
Baca juga: Mengheningkan Cipta, Mulai!
Padahal bubur putih rasanya enak. Kalau yang cokelat terasa manis, bubur putih terasa asin gurih. Nah sebagai generasi micin, aku lebih tertarik yang gurih kan. Jadi walaupun Mamak melarang, tetap kumakan bubur putih itu.
Setelah dewasa, baru aku tahu kenapa yang putih diperintahkan untuk dibuang. Ternyata itu semacam "ritual buang sial". Jadi selama ini aku memakani kesialan-kesialan di rumah itu.
"Mubazir itu saudara setan, Mak. Buang sial bukan ajaran Islam." Entah karena nasihatku atau makin lama harga beras makin mahal, Mamak perlahan meninggalkan kebiasaan Muharramnya.
Festival Ashura di Iran
Lain di rumahku, lain pula di Iran. Setiap 10 Muharram, di Iran diadakan festival Ashura/Asyuro. Festival itu sebenarnya adalah ritual Kaum Syiah yang ingin memperingati hari pembantaian Husein bin Ali dalam peristiwa Karbala.
Menurut sumber, festival yang dipenuhi adegan berdarah ini oleh orang-orang di Barat sana dianggap tradisi Islam. Padahal dalam Islam sendiri, amalan yang paling masyhur terkait Muharram adalah puasa Asyuro.
Puasa Asyuro sebelumnya dilakukan oleh Kaum Yahudi untuk mengenang selamatnya Nabi Musa as dan Bani Israil dari kejaran Firaun. Maka oleh Nabi Muhammad saw, dilakukan puasa pada tanggal tersebut karena kedekatan beliau dengan Nabi Musa as, tapi ditambahkan satu hari di depannya untuk membedakan dari kebiasaan Yahudi.
Amalan Lain di Bulan Muharram
Selain puasa tasu'ah (sembilan) dan asyuro (sepuluh) Muharram, masih ada amalan lain yang baik dilakukan pada Bulan Muharram. Yakni sedekah, membantu orang lain, tobat, dll.
Bukannya itu juga dilakukan pada semua bulan? Yup! Memang.
Beribadah kan tidak harus melihat bulan apa hari apa. Mindsetnya dibalik dong, jika pas hari Jumat atau pada bulan tertentu yang dimuliakan, misalnya Ramadan, maka amalnya ditambah.