Mohon tunggu...
Syarifah Lestari
Syarifah Lestari Mohon Tunggu... Freelancer - www.iluvtari.com

iluvtari.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kita Mengheningkan Cipta Saja, Ya!

17 Agustus 2020   07:46 Diperbarui: 17 Agustus 2020   07:43 228
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gara-gara pandemi, kita jadi mengenang-ngenang masa yang lalu. Akhirnya sadar, yang lalu tidak bisa kembali, dan kita tidak optimal menikmati banyak kebaikan di masa itu.

Idulfitri kemarin, seharusnya kami sekeluarga inti jalan-jalan ke Kerinci. Semua sudah disiapkan, tiba hari H, alih-alih ke Kerinci, tetangga saja tutup pintu semua. Termasuk kami.

Iduladha tahun lalu, anak-anak bermain di masjid. Memenuhi keingintahuan mereka tentang kurban. Sejak turun salat Ied sampai semua hewan disembelih dan dibersihkan, mereka nangkring di masjid tak mau pulang.

Tahun ini, tidak dilarang, tapi mereka sendiri membatalkan rencana melihat prosesi sembelih hewan kurban karena takut corona. Lalu mereka mengenang kembali masa setahun lalu, ketika menyaksikan "pertunjukan", bonus dapat teman baru.

Mbahnya anak-anak lebih ngenes lagi. Seharusnya setelah lebaran haji beliau mengunjungi ka'bah untuk umroh. Rencana tinggal rencana, bersama sekian calon jamaah lainnya mereka harus memendam keinginan tsb entah sampai kapan.

Aku curiga sampai budgetnya habis, karena pandemi menguras pendapatan siapa saja, siap atau tidak.  

Baca juga: Corona? Bodo Amat!

Hari ini, 17 Agustus, adalah puncak paling seru masa kanak-kanak. Seharusnya. Tahun lalu, di antara asap karhutla, mereka masih bisa berkompetisi dalam lomba balap karung, makan kerupuk, tarik tambang, dll.

Mereka mengenang tentang margarin dan cokelat yang dilumur pada pepaya dalam lomba ambil koin, bagaimana serunya lari di bakiak, dan keseruan lain yang berfokus pada banyaknya anak-anak dan permainan yang dilombakan.

Aku, mengingat agustusan lalu tentang asapnya. Terkenang sakitnya tenggorokan di pagi hari, perihnya mata, dan jarak pandang yang berkurang.

Tapi begitu dibandingkan dengan saat ini, sepertinya asap jauh lebih ramah daripada covid-19. Kalau boleh memaki rasanya ingin kuanjing-anjingi pandemi ini. Hidup berubah total, semua rencana ambyar.

Pekan lalu, anak-anak dan orangtua bergotong-royong membersihkan lapangan yang posisinya nyaris tepat di depan rumah kami. Semua anak sepertinya siap bertarung untuk hari ini. Mereka menyiapkan strategi (ala anak-anak) sembari membantu bapak-bapak menyingkirkan macam-macam sampah di lapangan.

Instingku berkata lain, karena sampai hari itu tidak ada yang datang meminta sumbangan untuk perayaan 17 Agustus maupun tawaran pendaftaran anak guna mengikuti lomba.

Baca juga: Efek Sering Membohongi Anak

Dan, taraaa!

Sampai pagi ini, lapangan sepi-sepi saja. Tidak ada pohon pinang yang menancap di tengah lapangan, tidak ada pagar tali untuk track balap karung, kursi untuk lomba makan kerupuk, juga suara Pak RT yang biasanya membuka acara dengan pengeras suara.

Padahal waktu korban covid-19 masih satu dua, kita berpikir Agustus ini anak-anak sudah sekolah seperti biasa. Tak pernah terbayang agustusan bisa sehening ini.

Apalagi waktu corona masih di Wuhan, kita sempat terpengaruh melihat pejabat cengengesan, menganggap manusia Indonesia kebal corona. Sekarang sudah terlambat, kita rayakan agustusan dengan hening cipta saja.

.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun