Entah kakakku itu sempat heboh ke mana-mana atau tidak, tapi untungnya ia meneleponku, menanyakan kebenaran kabar yang sampai ke telinganya.
Aku percaya ibu dari A, temannya anak-anak, bermaksud baik. Tapi niat baik memang selayaknya dilaksanakan dengan cara yang baik pula. Sebab bukan hanya menerbitkan hoaks, berikut dampak jika anak-anak sering dibohongi:
1. Mereka sulit untuk percaya lagi.
Kita tentu tak lupa pada ungkapan "Sekali lancung ke ujian, seumur hidup orang tak percaya". Karena belum berpengalaman, anak-anak memang mudah dibohongi. Tapi tak akan semudah itu mendapatkan kepercayaan mereka kembali.
2. Mereka meniru.
Orang dewasa adalah contoh bagi anak-anak. Coba pikir, bagaimana anak bisa bicara, jalan, dan lihat cara tertawa mereka! Secara alami mereka meniru kita.
Jadi jangan heran pada anak yang suka berbohong, jika orang dewasa di sekitarnya kerap melakukan hal yang sama.
3. Berdampak hingga dewasa.
Menurut situs halodoc (13/1/2020), anak yang sering dibohongi akan menjadi pribadi yang agresif, impulsif, dan tidak taat aturan, pada saat ia dewasa.
4. Menganggap negatif figur tertentu.
Pernah melihat anak yang terlalu kuat melakukan perlawanan saat dibawa ke dokter, padahal hanya untuk konsultasi? Bisa jadi anak tersebut pernah ditakut-takuti dengan sosok dokter jika ia tidak mau melakukan sesuatu.
"Makan ya! Kalau tidak, nanti disuntik dokter!"
5. Menjadikan bohong sebagai solusi.
Sekali berbohong karena meniru, dan tidak ketahuan, anak-anak bisa saja menganggap bahwa bohong adalah solusi yang tepat.
Belum lagi pandangan orang dewasa yang kadang mengira anak-anak tak mungkin berbohong, membuat mereka makin berpengalaman dan menikmati keberhasilannya dalam melakukan kebohongan. Jadilah mereka terbiasa dan tak menganggap keliru perbuatannya.
Ada hal lain yang membuatku senang anak-anak tak jadi melihat penyembelihan. Tahun lalu, saking mereka senang berkumpul dengan teman-temannya, aku bolak-balik ke sana tapi tak berhasil membawa mereka pulang.