Suatu kali, kami berdebat di lapangan, soal film mana yang paling bagus, India atau kungfu. Meski teman-temanku yang laki-laki sering sok-sok jago kungfu saat bermain, mereka semua memilih film India sebagai favorit.
Yang perempuan sih aku maklum, pasti mereka berkhayal memakai sari lalu memutari pohon sambil senyum-senyum. Lah yang laki-laki, apa mereka berkhayal jadi polisi bercelana pendek dan memegang pentungan?
Pokoknya setiap ada perdebatan antara aku dan Lina, pasti Lina selalu muncul sebagai pemenang. Dari yang terkecil sampai yang paling besar di antara kami, semua berada di blok Lina. Meski aku dan Lina sendiri rasanya tak pernah berkelahi.
Aku tak punya kenangan ribut dengan Lina, kecuali hanya sebatas debat itu. Dan dalam perdebatan itu pun, respons Lina tak lebih sadis dari para buzzer (mungkin cocok disebut begitu) yang ada di sekitar kami, dan semuanya tahu-tahu menjadi musuhku.
Sampai-sampai mereka, yang sehari-hari hanya tahu TVRI dan TPI, bisa-bisanya bilang Mithun Chakraborty lebih jago berkelahi dari Jacky Chan. Â Biarpun dongkol setengah mati, aku tak bisa berbuat apa-apa.
Suatu kali, akhirnya aku berhasil membuktikan bahwa aku lebih unggul dari Lina. Kami sama-sama mengikuti lomba salat di masjid, dan aku keluar sebagai juara 1. Sementara Lina di peringkat 3.
Paginya, sebagaimana anak-anak, Lina memamerkan handuk kecil warna putih, hadiah juara semalam. Aku sebagai pemenang pertama santai bilang, "Handukku lebih besak, warna merah."
Apa kata para buzzer? "Dak mungkin, kau kan juaro tigo. Lina yang juaro satu!"
Bangke.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H