Anak-anak sudah rindu bermain di luar. Melihat teman-teman mereka bermain di pendopo lapangan, makin menjadi-jadi rindu mereka untuk bercengkerama.
Tapi demi membaca berita tentang banyaknya anak-anak yang positif Covid-19, kuputuskan tetap melarang mereka keluar. "Makin patuh, makin cepat wabah hilang," berulang kali kusampaikan pada mereka.
Sebagai alternatif, aku pun berinisiatif mengajak mereka jalan-jalan pagi. Olahraga sambil menikmati udara sejuk pagi tanpa mengenakan masker. Habis salat Subuh rencananya kami akan langsung keluar, biar tak keburu ramai.
Sebelum pergi kuingatkan, jika bertemu orang lain, jaga jarak. Tak usah ngobrol, karena kita tak pakai masker. Biasanya ngobrol membuat orang secara refleks mendekat. Nanti entah dia menularkan virus ke kita, atau sebaliknya. Anak-anak patuh seperti biasanya.
Membayangkan segarnya pagi seperti puisi. Aroma embun, udara sejuk, ... atau seperti yang pernah diulas Kompasianer  Hennie Triana, ada bunga nan indah  dan pemandangan lain yang memuaskan hati.Â
Maka setelah salat Subuh besoknya, segera kami berjalan keluar mengitari perumahan. Dari sebagian Blok A menyeberang ke Blok B. Alih-alih mendapat udara segar, hendak ngobrol sesama kami pun segan. Aroma bangkai menyengat entah dari mana.
Jalan dalam diam, kami melewati beberapa rumah hingga sampai di pasar tradisional yang masih sepi.
Karena petugas kebersihan belum datang, sampah kiriman warga menyebar seluas pelataran pasar. Aromanya bukan main. Buru-buru kami menyeberang lagi, masuk ke Blok A kembali.
Lumayan lega beberapa saat, bertemu pula dengan kucing-kucing tetangga yang juga sedang jalan pagi. Di pertigaan, kami duduk sebentar. Anak-anak bermain lomba lari, karena udaranya lumayan enak.
Tumben juga, tak ada anjing yang mengejar. Biasanya dari tempat kami istirahat sampai menjelang rumahku, beberapa warga yang memelihara anjing membiarkan anjingnya berada di luar. Kali ini tak nampak satu pun.