Si bos sepertinya tahu aku akan menolak lagi. Jadi ia berdiri lama di dekat PC, "Jangan bilang dak bisa, cuma scan gambar! Isinyo tinggal fotokopi," katanya.
"Dio penulis, Pak. Dak sangguplah membajak buku." Teman kerjaku yang menjawab.
"Saya tau kamu tu biso ngubah KTP samo STNK. Bohong bilang dak biso. Kamu bilang membajak? Ini yang mesan dekan!" tangannya berkacak pinggang.
Kulirik nama penerbit buku itu, tempat ini percetakan, bukan penerbitan. Kami tak punya hubungan kerja sama dengan penerbitan itu. Apa pula urusannya dengan dekan?
Akhir bulan, masih dalam bulan yang sama dengan aku pertama diterima di sana, bos datang ke ruanganku. Bersama teman yang kemarin membela, kami dinyatakan selesai bekerja di percetakan itu.
Lumayan sedih, mengingat fasilitas dan banyaknya ilmu yang bisa kudapat di sana. Tapi mungkin itu jawaban atas keresahanku. Nasib menyuruhku menjauh karena dianggap tak akan mampu mengubah orang lain. Malah aku yang bisa berubah jika tetap di sana.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H