Ada yang mengadu, suaminya belakangan jika marah seperti kesurupan. Nadanya tinggi, bukan bikin takut. Malah tambah sebal. Sehari-hari di rumah, makan tidur tak tahu kerjaan. Alih-alih main dengan anak, malah maunya marah-marah.
Ada juga yang curhat, bulan depan HPL istrinya, tapi kondisi begini. Tak bisa kerja keluar, rumah sakit (diperkirakan) bakal ramai, dengan risiko penularan virus Corona. Tinggal di rumah mertua, antara malu dan tak berdaya.
Aku jadi teringat salah satu berita Wuhan, tentang meningkatnya angka perceraian pascalockdown. Witing tresno jalaran soko kulino tak berlaku lagikah? Setiap jam bersama malah membuat suntuk dan berujung keributan.
Mungkin ini semacam tes, sebesar apa keberpihakan kita pada keutuhan rumah tangga. Ngeri-ngeri juga menulis artikel ini, aku pun masih dalam tahap belajar.
Aku pernah menyarankan pada para suami yang nganggur. Kalau tak suka masak, utak-atik mesin, berkebun, menukang, lebih baik keluar rumah. Tafakur di masjid atau numpang tidur di rumah orangtua/saudara kandung. Jangan diam di rumah.
Karena laki-laki itu punya durasi tidur lebih panjang, gampang stres, pelupa, tak bisa dinasihati istri. Itu kelemahan kebanyakan laki-laki. Cocok jadi bahan keributan jika bertemu dengan kelemahan perempuan.
Perempuan tidur lebih sedikit, melihat pengangguran kerjanya makan tidur, pasti dia emosi. Perempuan lebih tahan stres, tapi melihat orang stres, dia emosi.
Perempuan punya daya ingat yang baik, kesalahan suami sebelum lebaran bisa dia ingat sampai 10 kali lebaran ke depan. Jika ribut, ia suka menggali memori itu. Dan tak semua perempuan tahu kalau laki-laki tak akan bisa dinasihati istrinya, harus oleh orang lain.
Jadi jika sedang menganggur, mainlah ke luar. Jangan terkesan ongkang-ongkang di rumah. Tak semua istri paham bahwa sebelum mereka ngomel, sebenarnya suami sudah stres karena nganggurnya itu.
Tapi sekarang, bagaimana mau disarankan keluar rumah?
Apalagi (maaf), laki-laki hujan sedikit pikirannya ngeres. Istri sibuk mikirin beras, dia mikir nambah anak. Perempuan tertentu akan makin tertekan. Tidur dengan pengangguran yang bahkan tak memikirkan masa depan, begitu prasangkanya.