Bukan sedang membahas WFH (work from home) karena Covid-19, tapi topik umum yang sebelum kutulis pun, sudah jutaan orang yang membahasnya.
Konon katanya, perempuan itu makhluk lemah. Jadi sebaiknya berada di rumah (terlepas dari urusan Corona saat ini). Makanya, meskipun berulang kali dibahas, tak ada habisnya soal perempuan mencari nafkah.
Aku sendiri pernah mengalami keduanya. Bekerja di luar, menganggur di rumah, dan bekerja dari rumah. Eh tiga ya.
Secara umum tidak ada yang salah dari ketiganya. Yang bikin salah itu sikap kita yang sering lebay terhadap diri sendiri dan orang lain.
Menjadi wanita karir
Tujuh tahun nguli di lembaga milik orang lain, banyak ilmu yang kudapat. Sebelumnya aku hanya bekerja sekian bulan, maksimal setahun. Sebagai kasir bakery, guru komputer, sampai desainer grafis.
Yang 7 tahun terakhir itu dekat dengan dunia parenting dan soal duit. Bersyukur aku sempat berurusan dengan anak kecil sehingga tahu bagaimana sebaiknya bersikap pada mereka. Meski tidak selalu ingat dan dipraktikkan.
Ini saja sudah punya ilmunya, gimana kalau belum sama sekali? Mungkin anakku protes pada Allah karena dilahirkan dari orangtua sepertiku. Huhu.
Tadinya gak kepikiran ke orang sih. Tapi nyatanya awal-awal aku resign, gak sedikit yang tanya ke mbahnya anak-anak, "Si Tari dak kerja lagi?"
Sebagian senang kali ya, lihat pengangguran di kampung nambah. Padahal waktu kerja di luar, pengeluaranku ternyata besar. Ketahuannya ya setelah gak kerja lagi, ternyata lebih hemat. Faktor gajikah? Entahlah.
Karena tempat kerja yang jauh, sampai di rumah rasanya cuapek banget. Di saat emak-emak lain sudah enak nonton sambil selonjor, aku masih harus beres-beres rumah. Kalaupun kudahulukan istirahat, tetap saja nantinya masih harus beres-beres.