Mohon tunggu...
Syarifah Lestari
Syarifah Lestari Mohon Tunggu... Freelancer - www.iluvtari.com

iluvtari.com

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Perempuan Sebaiknya Bekerja atau Tetap di Rumah?

24 Maret 2020   17:10 Diperbarui: 25 Maret 2020   23:37 996
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi kesibukan perempuan. (thinkstock/bennymarty)

Bukan sedang membahas WFH (work from home) karena Covid-19, tapi topik umum yang sebelum kutulis pun, sudah jutaan orang yang membahasnya.

Konon katanya, perempuan itu makhluk lemah. Jadi sebaiknya berada di rumah (terlepas dari urusan Corona saat ini). Makanya, meskipun berulang kali dibahas, tak ada habisnya soal perempuan mencari nafkah.

Aku sendiri pernah mengalami keduanya. Bekerja di luar, menganggur di rumah, dan bekerja dari rumah. Eh tiga ya.

Secara umum tidak ada yang salah dari ketiganya. Yang bikin salah itu sikap kita yang sering lebay terhadap diri sendiri dan orang lain.

Menjadi wanita karir
Tujuh tahun nguli di lembaga milik orang lain, banyak ilmu yang kudapat. Sebelumnya aku hanya bekerja sekian bulan, maksimal setahun. Sebagai kasir bakery, guru komputer, sampai desainer grafis.

Yang 7 tahun terakhir itu dekat dengan dunia parenting dan soal duit. Bersyukur aku sempat berurusan dengan anak kecil sehingga tahu bagaimana sebaiknya bersikap pada mereka. Meski tidak selalu ingat dan dipraktikkan.

Ini saja sudah punya ilmunya, gimana kalau belum sama sekali? Mungkin anakku protes pada Allah karena dilahirkan dari orangtua sepertiku. Huhu.

tehrantimes.com
tehrantimes.com
Kelebihan kerja di luar, jelas nampak di mata orang, terutama tetangga. Kesannya lebih keren. Tapi mungkin perasaanku saja. Pagi-pagi ketika emak-emak lain sibuk jemur pakaian, aku sudah berseragam rapi. Berangkat kerja.

Tadinya gak kepikiran ke orang sih. Tapi nyatanya awal-awal aku resign, gak sedikit yang tanya ke mbahnya anak-anak, "Si Tari dak kerja lagi?"

Sebagian senang kali ya, lihat pengangguran di kampung nambah. Padahal waktu kerja di luar, pengeluaranku ternyata besar. Ketahuannya ya setelah gak kerja lagi, ternyata lebih hemat. Faktor gajikah? Entahlah.

Karena tempat kerja yang jauh, sampai di rumah rasanya cuapek banget. Di saat emak-emak lain sudah enak nonton sambil selonjor, aku masih harus beres-beres rumah. Kalaupun kudahulukan istirahat, tetap saja nantinya masih harus beres-beres.

Nganggur di rumah
Idealnya, sebagai perempuan yang gak punya tanggung jawab nafkah, nganggur itu hal biasa. Tapi selain faktor omongan tetangga dan keluarga kurang kerjaan, ada juga perasaan gak nyaman yang muncul dari kita sendiri.

Kalau kamu berada di posisi ini, balik aja lagi ke "idealnya". Itu kalau suami mampu menopang kebutuhan rumah. Insyaallah mampulah, asal di-backup doa istri.

Aku waktu nganggur? Suami senang, istrinya di rumah terus. Aku yang gak senang, karena makin lebar.

Bekerja di rumah
Sebelum ada Corona, aku sudah lakukan WFH. Pilihan ini paling nyaman bagi kaum rebahan sepertiku. Yang kalau mentok tinggal molor. Wifi error ya baca buku. Kerja sambil cemal-cemil, yang lebih sering banyak ngemil dibanding kerjanya.

Banyak yang mengira ini ajang pamer, atau malah ada yang ngiler duluan padahal belum dipameri hasilnya (tepatnya belum pantes dipamerin!). Yang perlu kamu tahu, wahai emak-emak yang bekerja di luar, yang bekerja dari rumah pun melewati proses yang panjang. Gak ujug-ujug dapat job.

Membangun blog atau akun apa pun dulu di platform yang kita sudah nyaman. Begitu platformnya yang gak nyaman sama kita, ya udah, kita dibuang. Haha, jadi jangan cuma lihat santainya!

So, kerja atau enggak. Dari rumah atau di luar rumah, itu kembali ke kebutuhan kita masing-masing. Sebenarnya tulisan ini kubuat sebagai tanggapan atas status FB seseorang yang menyayangkan banyak perempuan yang bekerja di luar.

Menurutnya, wanita salehah itu yang tetap di rumah. Berdandan, bersih-bersih, dan masak untuk suami. Aku tuh ya, paling berat membalas status orang. Sukanya panjang-panjang gini, padahal yang bikin status juga belum tentu baca.

Setiap rumah punya gayanya sendiri. Ada suami yang suka istrinya di rumah. Ada suami yang ingin istrinya di rumah, tapi dia sendiri kurang mampu membiayai rumah sendirian. Ada istri yang sebelum menikah memang sudah kerja, dan suami gak keberatan. Lucu aja kalau ada orang di rumah lain yang merasa keberatan.

Jangan-jangan itu justru efek kebanyakan di rumah, kurang bahan nyetatus!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun