Ini Dia Biangnya!
Sambil mengantar surat, utusan pemprov ini menawarkan jasanya untuk mendaftarkan orang-orang di luar SK agar bisa ikut membeli. Aku pun diajak mendaftar, karena nama yang tercantum adalah nama Mamak. Dan itu keliru beberapa huruf.
Sebenarnya fokusku adalah menyelamatkan hak Mamak, tapi bimbang karena namanya yang kurang tepat. Mungkin inilah sebab SK itu tak sampai ke rumah kami. Nah ketika orang-orang mulai sepi, sang utusan berbisik, "Bayar 350 ribu untuk membuat gambar sketsa."
Ia perlihatkan sekumpulan foto kopi KTP orang-orang yang ikut mendaftar. Kuhitung-hitung lebih sepuluh orang. Tapi aku tidak ikut membayar. Kubilang suami sedang tidak di rumah, dan ia memaksa menunggu. Makin ketahuanlah akal bulusnya.
Kutelepon suami temanku yang di Setda, benarkah orang di luar SK bisa mendaftar? Apa benar harus bayar untuk gambar sketsa?
"Jangan bayar! Dia memang tukang palak warga sipil. Ke kantor saja biar jelas." Lebih kurang begitu jawabannya.
Untuk mempertegas SK dan nama-nama yang terdaftar, aku datang ke kantor lurah. Kali ini sepertinya bukan berita simpang siur. Lima tahun lalu diberi kabar, sekarang ditagih untuk pelunasan. Artinya surat ini benar.
Tiba di Kelurahan, seorang pegawai mengeluarkan kwitansi. "Mau bayar tanah ya?"
What, bayar tanah ke kelurahan? Memangnya beli buat uruk eek kucing!
Tahulah aku kenapa kakak-kakak dan masyarakat sekitar tak ada yang peduli pada SK Gubernur yang menurutku luar biasa penting. Mereka juga tak mau membayar karena berulang kali dikerjai oknum-oknum tak punya hati.
Butuh 2 Tahun Lebih, Bukan 3 Bulan