Mohon tunggu...
Syarifah Lestari
Syarifah Lestari Mohon Tunggu... Freelancer - www.iluvtari.com

iluvtari.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Setelah Perbaikan "Jembatan Sampah" Itu Diresmikan

17 Januari 2020   21:06 Diperbarui: 17 Januari 2020   21:05 157
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Sudah tahu ditutup, masih jugo makso lewat. Repot dewek, kan!" Seorang bapak merutuki pengendara mobil yang terpaksa balik arah karena jembatan yang hendak dilaluinya sedang dibongkar.

"Jembatan ngapo-ngapo idak dibongkar, cari gawe bae!" balas si pengendara, entah pada siapa.

Aku berada di posisi penonton.

Aku dan anak-anak menyebut jembatan itu dengan sebutan "Jembatan Sampah", karena lokasinya dekat dengan pembuangan sampah. Panjangnya area pembuangan sampah melebihi panjang jembatan. Aku dan anak-anak punya kemampuan menahan napas lebih lama berkat jalur sampah yang panjang itu.

sampah di sepanjang jalan selepas jembatan
sampah di sepanjang jalan selepas jembatan

Setiap pagi dan siang kami melewatinya, kecuali saat dibongkar yang memakan waktu berbulan-bulan lalu. Sebab jalur alternatif buatan kontraktor berupa jembatan kayu, yang tak jarang pengendara dari jalur berlawanan tak mau mengalah. Jembatan sempit yang seharusnya dilewati sepeda motor satu per satu, malah jadi dua jalur berlawanan.

lihat sampah plastik hasil kerukan eskavator! (dokpri)
lihat sampah plastik hasil kerukan eskavator! (dokpri)

Daripada ambil risiko mengorbankan anak-anak, lebih baik lewat jalur memutar. Minim keributan.

Setelah dibongkar dan diperbesar, baru kutahu. Nama jembatan itu adalah Jembatan Walisongo. Baru tahu beberapa hari, oleh wali kota diganti jadi Jembatan Wali Kota.

spanduk larangan buang sampah yang jadi sampah (dokpri)
spanduk larangan buang sampah yang jadi sampah (dokpri)

Apa pun namanya, aku akan tetap menyebutnya Jembatan Sampah.

Bagaimana tidak, setelah pembongkaran yang berhasil mengeruk tumpukan sampah plastik dari kedalaman tanah, dan pembersihan sampah sepanjang jalur di sekitarnya (untuk dipasangi tenda dalam rangka peresmian jembatan), sampah itu datang lagi dan lagi.

tumpukan sampah dibersihkan, kemudian ditanami pohon (dokpri)
tumpukan sampah dibersihkan, kemudian ditanami pohon (dokpri)

Bahkan sebelum jembatan diperbesar, aku pernah melihat spanduk larangan membuang sampah terbentang di jalur itu. Sedikitnya ada tiga buah. Nahas, mereka pun jadi sampah.

jalanan bersih, nyaman di mata dan di hidung (dokpri)
jalanan bersih, nyaman di mata dan di hidung (dokpri)

Demikian pula saat dipasang spanduk serupa setelah pembersihan yang menurutku luar biasa untuk bidang seluas itu. Sudah dilengkapi dengan ancaman denda, spanduk itu pun lagi-lagi bersatu padu dengan sampah. Aku sampai bingung, benarkah manusia yang buang sampah di situ?

spanduk larangan buang sampah dibalas dengan sampah (dokpri)
spanduk larangan buang sampah dibalas dengan sampah (dokpri)

Bukankah manusia itu suka keindahan? Setelah jembatan dipugar, jalanan bersih, menghirup udara terasa nyaman karena masih banyak pohon-pohon di belakang jalan raya, kenapa dipenuhi sampah lagi?

akhir nasib spanduk (dokpri)
akhir nasib spanduk (dokpri)

Bukannya manusia modern rata-rata bisa membaca? Berlembar-lembar spanduk dipasang, apa iya tidak terbaca?

Kalau merujuk pada ungkapan bijak "Pemimpin adalah cerminan dari yang dipimpin" maka tolong jangan lagi mengeluh soal kebersihan, kejujuran, kepedulian ... apalagi mental pejabat Indonesia! Tinggal pasang cermin, dan pandangilah bayangan yang muncul di sana.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun