Mohon tunggu...
Syarifah Lestari
Syarifah Lestari Mohon Tunggu... Freelancer - www.iluvtari.com

iluvtari.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Infrastruktur untuk Penduduk yang Telanjur Kabur

1 Januari 2020   08:14 Diperbarui: 1 Januari 2020   10:18 497
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
pinang, hasil alam andalan penduduk setempat (Dokumentasi pribadi)

Selain penduduk asli yang hidup dari berladang, sisanya adalah ASN yang harus menerima nasib ditempatkan di wilayah sunyi itu. Para pendatang? Kabur!

Maka ketika kakakku memuji jembatan dan jalan beton, aku justru melihat tempat ini bahkan jauh lebih sepi dari tujuh atau delapan tahun lalu. Padahal di tahun itu pun, sudah banyak kulihat rumah-rumah kosong yang ditinggal oleh penghuninya.

Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi
Sekarang? Rumah itu bahkan telah dikuasai alam. Tidak ada celoteh anak-anak dari satu rumah ke rumah lain. Tetangga yang bercengkerama? Jangan harap. Padahal sinyal saja susah di sini. Jadi mereka mendadak introvert bukan karena android. Memang orangnya yang lenyap.

Anehnya lagi. Jumlah penduduk yang menurun drastis tidak serta merta mengembalikan alam pada keasriannya. Tumbuhan memang subur, sama seperti dulu. Tapi parit-parit di depan dan belakang rumah yang biasanya bisa digunakan untuk kerambah, atau airnya untuk mandi, sekarang sudah tak layak sama sekali.

pinang, hasil alam andalan penduduk setempat (Dokumentasi pribadi)
pinang, hasil alam andalan penduduk setempat (Dokumentasi pribadi)
Kalau di wilayah Sumatera yang lain harimau masuk pemukiman karena habitatnya terganggu. Di sini, buaya yang melakukan hal serupa. Orangnya sedikit tapi alamnya tetap rusak. Ada apa ini?

Aku jadi teringat salah satu artikel utama di Kompasiana beberapa pekan lalu, tentang infrastruktur di Papua. Ibarat sakitnya apa, obatnya apa.

Kalau Papua butuh guru dan dokter, Tanjabtim butuh penghidupan. Infrastruktur hanya akan dimakan lumut tanpa manusia yang memanfaatkannya. Bangun monas di sini pun tak akan menghidupkan ekonomi warga. Karena mereka masih punya tangan dan parang untuk membuka jalan. Akal mereka mampu menghasilkan kendaraaan untuk melintasi parit-parit yang memisah satu daerah ke daerah lain. Tapi mereka tak berkuasa untuk membuat kebijakan, sehingga tak mampu meningkatkan taraf hidup.

Jangan, jangan kasih solusi investasi! Biarlah kampung-kampung mereka kembali menjadi hutan, daripada jadi perkampungan asing yang penduduk aslinya berbalik menjadi pendatang. Mengelu-elukan infrastruktur, kemudian bengong, ternyata dibuat bukan untuk mereka. Ah entahlah!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun