Mohon tunggu...
Syarifah Lestari
Syarifah Lestari Mohon Tunggu... Freelancer - www.iluvtari.com

iluvtari.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Bukan Perempuan dan Bukan Laki-Laki, Tapi Bukan Waria!

14 Oktober 2019   08:11 Diperbarui: 14 Oktober 2019   12:50 184
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Belum lama suami memposting sebuah informasi, bagi para muslimah bercadar harap waspada, beberapa kali dipergoki laki-laki menyamar sebagai perempuan. Mereka masuk ke masjid, mengajak swafoto hingga memeluk muslimah yang ada di sana. Jadi kalau sudah dalam sebuah majelis dan sama-sama muslimah, buka saja cadarnya agar bisa saling mengenal.

Kupikir mereka yang bertingkah begitu hanya jomlo halu yang ingin menjangkau kalangan akhwat, ternyata masih ada gerombolan makhluk aneh lainnya yang juga menyamar sebagai muslimah bercadar, tapi dengan maksud lain.  

Mereka sempat eksis di Instagram, tapi berkat laporan para warganet waras, beberapa akun ditutup oleh Instagram. Rombongan yang ini lebih 'serius' dalam aksinya. Mereka memakai makeup, membeli outfit lengkap, dan mengambil gambar dengan pose layaknya muslimah biasa.

Alhasil, aku akan curigai orang-orang yang bercadar hanya untuk swafoto sebagai gerombolan ini. Sebab logikanya, kalau sudah pakai cadar kenapa malah asyik swafoto? Jadi ingat zaman nongkrong di warnet dulu. Sebagai cewek sih aku aman. Masuk bilik cuma untuk kirim cerpen, baca artikel, unduh vector. Ternyata beberapa cowok, terutama para gamer, banyak kemakan hode (homo detected). Apakah yang lagi gandrung dengan cadar ini dulunya hode juga?

Empat paragraf di atas itu soal cowok yang nyaru ke cewek, kita beralih ke sebaliknya. Meski masih nyambung ke sana juga. Tentang "pasangan yang tertukar". Yaa, langsung tau deh!

Mas Fatah dan Mbak Ester, alias Lucinta Luna dan Abash. Sempat lihat salah satu judul artikel, Abash gendong Lucinta. Mampus dah! Ngebayangin aku nggendong cowok. Bisa angkat galon aja sudah merasa paling perkasa.

Lah kok ke aku? Karena aku dulunya tomboi, mungkin sampai sekarang. Tapi itu bukan sebuah kebanggaan, tidak ada yang spesial. Dan aku baik-baik saja. Pakai jilbab, punya suami dan anak. Bisa normal kan. Karena aku memilih untuk hidup normal. Lu kira enak drama seumur hidup?

Dulu, sekira tahun 1998. Aku bertandang ke rumah seorang teman. Aku adalah anak SMP yang sekolah pakai pakaian cewek, tapi di rumah lebih suka pakai celana. Karena rok bikin susah gerak (dulu kupikir begitu, sekarang manjat aja bisa pakai rok).

Di rumah itu, aku ketemu seorang anak cowok. Badannya lebih pendek dariku, tapi mukanya tegas banget. Aku udah item, dia lebih lagi. Jadi bingung, ini abang-abang atau adek-adek? Lagi aku bingung mau negur apa, seorang kawan yang lain, tetangga rumah itu bilang, "itu cewek loh!"

Tweng!

Badannya gahar, tegap. Aku pernah ikut karate, tapi kalau ditawari komite dengan dia, biar dibayar berapa pun mending aku pulang. "Dia punya pacar!" kata kawanku lagi.

Dasar kawanku biang gosip! Tapi cewek mana yang tak suka gosip. Jadilah kami ghibah hari itu. Syukurnya ada pelajaran sangat berharga dari kejadian itu. Aku gak mau kayak dia. Pasti galau!

Dari obrolan kami, didapati informasi bahwa (ternyata) kakak temanku itu terlahir sebagai khuntsa. Ini baru aku simpulkan setelah dewasa, dan masih ada kemungkinan keliru. Cmiiw. Ia lahir dengan bentuk kelamin perempuan. Tapi tabiatnya total laki-laki. Sampai usia remaja, dadanya tidak tumbuh, dia juga tidak pernah haid.

Suaranya pecah seperti cowok, dan dia tidak tertarik sama sekali dengan cowok. Dilihat dari luar, dia laki banget! Tapi kami belum pernah lihat dia buka baju. Gila apa!

Istilah khuntsa kudapat dari banyak situs Islam, tentang keberadaan jenis kelamin ketiga setelah laki-laki dan perempuan. Tapi khuntsa ini nantinya akan masuk pada kategori salah satunya, tidak terus berada di antaranya. Karena mereka punya hak untuk hidup normal.

Perlu diingat, khuntsa bukan waria. Karena khuntsa mendapati keadaannya demikian sejak lahir. Ia tidak melakukan itu dengan sengaja. Kalau laki-laki yang terlahir dengan fisik normal tapi sengaja mengenakan pakaian perempuan, bertingkah seperti perempuan, maka itu bukan khuntsa.

Dalam Islam, khuntsa akan diperiksa keadaan fisik dan psikisnya untuk mengetahui, mana yang paling tepat baginya. Menjadi laki-laki atau perempuan? Dengan demikian, ia bisa menjalani hidup normal dan insyaallah lebih baik daripada punya status mengambang.

Pengin banget cari tahu keberadaan kakak itu, tapi bingung setelah ketemu mau bilang apa. Niatnya sih bikin novel, atau minimal cerpen yang mengangkat sisi psikologisnya. Tapi apa dia mau? Tersinggung nggak?

Gak begitu jelas arah tulisan ini. Tapi mungkin bisa sedikit menambah informasi. Ya tentang siluman bercadar tadi, atau tentang komunitas sok-sok akhwat tapi doyan selfie/swafoto, atau tentang khuntsa yang sepertinya belum banyak diketahui orang.

Daripada masuk golongan LGBT, kan ada baiknya konsultasi ke ustaz, biar dikasih jalan keluar yang syar'i. hidup biasa-biasa aja itu enak kok. Gak usah aneh-aneh, karena nyeleneh itu melelahkan!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun