Jika yang menjadi penyebab dari munculnya kasus-kasus tersebut adalah data bodong, justru mereka yang jelas-jelas terbukti memalsukan data tetap dibiarkan begitu saja. Ada apa dengan semua ini pak? Sebagai guru biasa yang hanya ingin mengabdi dengan nenaksimalkan kemampuan dari segala keterbatasan yang saya terima. Terus terang saya merasa dirugikan dalam hal ini.
Sebagai contoh ( saya ungkapkan karena memang kasus ini sudah meluas dan menjadi rahasia umum). Empat rekan sejawat saya, yang berada satu atap di SMPN ** Jakarta, sejak juni 2014 sudah disanggah, dilaporkan. Hingga mendapatkan teror untuk mengundurkan diri karena mereka memang melakukan pemalsuan data. Sebut saja NN (Agustus 2005), S (TMT Agustus 2005), SW (TMT September 2005) dan MT (TMT Juli 2006) mereka semua membuat data palsu dengan TMT juli 2004 dan memalsukan tanda tangan kepala sekolah. Ketika kasus mereka mencuat kembali setelah menerima SK CPNS, mereka berempat sudah diperiksa oleh Inspektorat. Kepala sekolah, kasie,kasudin, juga rekan-rekan sejawat dipanggil untuk dimintai keterangan. Dari proses pemeriksaan mereka terbukti dan mengakui kalau sudah memalsukan dokumen Negara. Namun hingga saat ini mereka belum mendapatkan sanksi apa-apa. Memang mereka berempat adalah istri dari A, adik si B, keponakan c, keluarga si D. Saya maklum jika banyak yang melindungi dan menutup-nutupi kasus mereka.
Jika Dinas Pendidikan menginginkan proses yang bersih dalam penerimaan CPNS ini, seharusnya oknum yang sejak awal diduga memalsukan berkas harus ditindak lanjuti. Jangan membuat aturan yang berlaku surut, membatalkan orang-orang yang dengan jujur melampirkan pengalaman kerja dari daerah namun membiarkan mereka yang sudah bermain-main dengan data. Kalau mereka bisa diluluskan, kenapa yang lain dikorbankan.
Pak Ahok yang terhormat, terus terang saya harus mengumpulkan seluruh keberanian saya untuk mengungkapkan semua ini. Karena saya masih punya hati, saya merasa sakit atas ketidak adilan ini. Saya manusia biasa yang tidak bisa untuk tidak bersuara dengan kebobrokan mereka. Sejak berkas saya diketahui ditarik entah oleh kepala sekolah atau dinas , saya merasa dipermainkan oleh mereka-mereka yang berkuasa. Mereka bilang proses sudah basi, karena PP 56 sudah berakhir sejak 31 Desember 2014, BKD sudah menutup usulan untuk K2, tapi saat ini proses usulan untuk K29 yang menang di siding PTUN sedang ditangani BKD. Dari 321 kasus yang serupa dengan saya, faktanya semakin hari semakin menyusut jumlanya. Semua terkesan ditutup-tutupi. Kalau Dinas bilang ini terlambat dan basi, tapi bagi saya ini hal yang baru saya ketahui. Kesalahan siapa yang membatalkan kelulusan seseorang secara sepihak?
Saya berharap bapak selaku pimpinan tertinggi di DKI Jakarta mempunyai kebijakan atas permasalahan ini. Saya melapor bukan berarti iri dengan rezeki teman saya, jika mereka bisa selamat dari kesalahan yang mereka perbuat saya tidak mempermasalahkan hal itu, karena memang mereka sudah lulus tes dan memenuhi persyaratan sesuai yang “diinginkan” pihak disdik. Namun jika mereka yang menjadi sumber penyakit dari semua masalah ini dibiarkan , saya juga minta kebijakan yang sama. Kami sama-sama lulus tes. Melalui proses yang berbelit-belit selama 4 tahun terakhir ini. Jika prosedur kedinasan sudah tidak memungkinkan untuk usulan ulang, terbitkan surat pembatalan yang sah. Jangan hanya sebatas lisan belaka. Biar saya dan teman-teman lainnya bisa mendapatkan perlindungan hukum. Karena prores K2 ini harapan terbesar saya setelah mengabdi di sekolah negeri selama lima belas tahun lebih. Kesempatan tidak datang kedua kali, umur saya juga sudah tidak memungkinkan untuk ikut CPNS dari jalur umum.
Pak Ahok yang terhormat, besar harapan saya bapak dapat memberi tanggapan terhadap permasalahan ini. Mudah-mudahan surat terbuka ini dapat mengetuk hati bapak beserta jajaranya untuk sungguh-sungguh bekerja dengan performa terbaiknya, mewujudkan birokrasi yang ideal. Sehingga mimpi para guru seperti kami untuk mendapatkan layanan dan perlindungan bukan sekedar isapan jempol belaka. Atas perhatian dan kebijaksanaan bapak, saya ucapkan terimakasih.
Hormat saya
Sugianti Bisri
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H