Mohon tunggu...
Mr. Gee
Mr. Gee Mohon Tunggu... -

Menulis apa yang hendak ditulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Istri Alarm Suami

30 September 2015   13:20 Diperbarui: 30 September 2015   13:21 188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Wanita adalah penyempurna hidup bagi laki-laki, sehingga ketika menjadi istri maka dia adalah bidadari surga yang Allah turunkan ke muka bumi untuk mendampingi suaminya. Maka tidak heran dalam istilah jawa istri disebut garwo, karena seorang istri adalah sigaring nyowo suami, setengah dari nyawa suami atau belahan jiwa suami. Artinya suami tidak akan bisa berbuat banyak tanpa peran dari istri di belakangnya.

Di balik suami hebat bisa dipastikan ada istri yang hebat. Tidak mungkin suami bisa menjalankan tugas, pekerjaan dan amanah sehingga menghasilkan karya yang luar biasa jika tidak mendapat dukungan yang luar biasa dari istrinya. Mungkin istri tidak memberikan sumbangsih pemikiran cerdas tapi perannya dalam mengkondisikan suami bisa berfikir tenang untuk mendapatkan ide berlian dan bekerja optimal.

Tentu tidak semua istri bisa menjadi belahan jiwa suaminya dan tidak serta merta menjelma menjadi bidadari. Ada persyaratan yang ketat untuk mendapatkan kedudukan mulia tersebut. Diantara syaratnya adalah sholehah dengan taat dan menjaga diri, setia suka dan duka, gigih, ikhlas dan bisa menjadi alarm bagi keluarga terutama bagi suaminya.

Harus Cemburu kepada Khadijah

Sejenak kita menyimak kembali kisah Khadijah dalam mendampingi Rasulullah di masa awal kenabiannya. Ketika Rasulullah merasa ketakutan terhadap wahyu yang diberikan kepadanya, bahkan hingga menggigil badan Rasulullah, lantas  Khadijah mencoba menghiburnya dengan berkata:

“Demi Allah, Allah tidak akan menghinakanmu selama-lamanya. Karena sungguh engkau suka menyambung silaturahmi, menanggung kebutuhan orang yang lemah, menutup kebutuhan orang yang tidak punya, menjamu dan memuliakan tamu dan engkau menolong setiap upaya menegakkan kebenaran.” (HR. Muttafaqun ‘alaih)

Awal perjalanan Muhammad menjadi nabi dan rasul bukanlah masa yang mudah, terutama di fase Makkah. Intimidasi fisik dan psikis mengintai setiap saat, dicibir, diboikot ekonomi dan terancam dengan pembunuhan. Sementara pengikutnya saat itu masih sangat sedikit dan belum memiliki kekuatan yang diperhitungkan. Namun ada pendamping setia bagi Rasulullah dalam mengemban amanah kenabian itu yaitu Khadijah istri yang sangat dicintainya.

Pengorbanan Khadijah sangat luar biasa, hartanya habis untuk membiayai perjuangan Rasulullah padahal sebelumnya Khadijah adalah saudagar yang kaya raya. Khadijah juga rela hidup susah dan menderita, padahal status sosial sebelumnya sangat terhormat sebagai seorang bangsawan.

Saat Khadijah meninggal dunia, Rasulullah sangat bersedih sehingga tahun tersebut disebut tahun kesedihan. Tentu bukan karena cantiknya Khadijah hingga Rasulullah mencintai karena Khadijah saat itu sudah janda dan umur lebih tua daripada Rasulullah. Bukan karena kekayaan dan status sosialnya karena itu semua juga dia korbankan di jalan Allah. Namun kesetiaan dan perannya yang sangat besar dalam memotivasi, mendampingi masa-masa sulit perjuangan Rasulullah.

Sampai-sampai ketika Aisyah cemburu kepada Khadijah, dan berkata “Kenapa engkau sering menyebut perempuan berpipi merah itu, padahal Allah telah menggantikannya untukmu dengan yang lebih baik?” Lantas Rasulullah marah dan bersabda: “Bagaimana engkau berkata demikian?  Sungguh dia beriman kepadaku pada saat orang-orang menolakku, dia membenarkanku ketika orang-orang mendustakanku, dia mendermakan seluruh hartanya untukku pada saat semua orang menolak mambantuku, dan Allah memberiku rizki darinya berupa keturunan.” (HR Ahmad dengan Sanad yang Hasan)

Seharusnya bukan hanya Aisyah yang cemburu tapi seluruh muslimah harus cemburu dengan Khadijah. Dialah wanita teladan bagi seluruh muslimah dalam menjalankan perannya sebagai istri yang sholehah. Setia dan rela berkurban dalam suka dan duka, senang atau susah yang dialami oleh suaminya.

Alarm Penyemangat Ibadah

Dalam acara muhasabah, Hadi berbagi pengalaman spiritual kepada teman-temanya, “Alhamdulillah beberapa pekan ini, shalat jamaah tidak pernah masbuk dan shalat lail tidak pernah bolong karena saya memiliki alarm hidup.” Salah satu temanya menanggapi, “Kalau alarm tidak hidup, ya tidak bisa bunyi donk” 

“Iya selama ini, saya memakai alarm HP atau jam meja tapi saat terbangun tidak termotivasi untuk langsung ke kamar mandi, bahkan seringkali alarm dimatikan dan melanjutkan tidur lagi. Tapi alarm saya sekarang ini sangat istimewa dan tidak mungkin saya matikan kalau sudah bunyi karena suaranya begitu merdu. Alarm itu adalah istri”

Alarm adalah sebuah tehnologi untuk memberitahukan atau pengingat apabila terjadi bahaya dan kerusakan ataupun kejadian yang tidak diharapkan pada jaringan melalui sinyal sehingga memberikan peringatan secara jelas agar dapat diantisipasi. Manusia sebagai mahluk yang terkadang lupa dan salah sangat memerlukan adanya alarm kehidupan ini, bukan hanya dari bahaya kecelakaan dunia tapi untuk keselamatan dunia akherat.

Tentu istri sebagai alarm bukan hanya sebagai alat pembangun tidur nyenyak suami. Tapi itu adalah salah satu bagian tugas penting istri untuk menjadi pengingat ibadah bagi suami. Sehingga suami menjadi bertambah semangat dan meningkat kualitas ibadahnya karena ada alarm hidup di sampingnya. Bukan bertambah lalai karena istri minta ditemani terus di kamar tidur.

Sebab tidak sedikit para ikhwan saat mahasiswa menjadi aktifis sangat idealis dan semangat dalam beribadah. Namun saat menikah dengan seorang wanita biasa bukan aktifis atau muslimah maka pelan tapi pasti  hidupnya menjadi pagmatis dan ibadah turun dratis. Sebab istrinya belum tercerahkan dan cenderung maunya bersenang-senang saja. Maka istri yang seperti ini tidak bisa menjadi alarm tapi menjadi PR bagi suami untuk membimbingnya.

Maka istri tidak bisa menjadi alarm kalau manja, cengeng dan hedonis. Alarm itu harus bergerak secara otomatis dan berkarakter kuat. Sehingga kalau istri yang banyak mengeluh dan menuntut maka biasanya menurunkan kinerja dan melemahkan semangat suaminya.

Alarm Tanda Bahaya

Istri sebagai alarm juga mengingatkan saat suami galau, futur, tidak mood atau tersandung masalah. Memberikan motivasi dan persepsi positif untuk senantiasa optimis terhadap rahmat Allah. Sebab suami juga manusia yang terkadang ada masa-masa sulit di luar kemampuannya dalam mengatasi pekerjaan atau tugasnya. Di sinilah peran istri sangat vital untuk mendampingi dan memotivasi  suaminya.

Itulah yang dilakukan oleh Khadijah sebagaikan kisah di atas. Ketika suami merasa kesulitan, maka sang istrilah yang bisa membantunya. Ketika suami mengalami kegundahan, sang istrilah yang dapat menenangkannya. Saat suami mengalami keterpurukan, sang istrilah yang harus menyemangatinya. Artinya tidak membiarkan suami menjadi terperosok dalam kegagalan sebab kegagalan suami juga menjadi bagian kegagalan istri.

Alarm istri juga harus berbunyi lebih keras lagi ketika suami mencoba untuk berbuat dosa atau menyimpang. contoh ketika suami berfikir korupsi atau menyalah gunakan wewenang maka segera istri mengingatkan bahwa ada Allah yang Maha Melihat dan ada hari akherat untuk mempertanggungjawabkan semua perbuatan manusia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun