Waktu dan investasi merupakan dua elemen yang memiliki pola relasi cukup erat serta saling memengaruhi antara satu sama lain.
Seseorang yang sudah memutuskan berinvestasi sejak usia muda tentu punya banyak keistimewaan lebih dalam hal waktu.
Secara otomatis, ia punya cukup waktu untuk terus belajar, mencoba banyak hal, mengambil keputusan termasuk "menikmati" kegagalan-kegagalan sebagai bagian dari proses pembelajaran.
Tidak heran, ia akan lebih berani dan cenderung agresif dalam memilih instrumen investasi yang diharapkan bisa memberikan keuntungan paling besar meskipun harus menanggung potensi risiko yang lebih besar pula.
Karena andaipun ternyata itu gagal, setidak-tidaknya ia masih punya cukup waktu untuk memulai lagi dan memperbaikinya. Lihatlah betapa beruntungnya mereka yang masih berusia muda namun sudah cepat sadar dan berani mulai memutuskan untuk berinvestasi. Â
Seseorang yang masih muda katakanlah belum menikah dan belum punya tanggungan sama sekali pasti akan jauh lebih leluasa dan berani dalam membuat keputusan-keputusan investasi.
Saat berinvestasi saham misalnya, ia akan cenderung mencari saham-saham yang dianggap bisa memberikan potensi keuntungan berkali-kali lipat daripada saham-saham "bluechip" yang memang potensi pertumbuhannya sudah lebih terbatas. Â
Seorang investor muda biasanya akan jauh lebih tertarik dengan ide memaksimalkan potensi keuntungan daripada mengamankan atau meminimalkan risiko.
Sangat berbeda kondisinya dengan seseorang yang katakanlah baru mulai mengenal dan berani terjun berinvestasi saat usianya misalnya sudah mendekati pensiun atau bahkan sudah pensiun.
Betapa berbahaya dan tidak bijak tentunya bila ia masih berani menaruh uang tabungannya pada instrumen investasi yang berisiko tinggi.
Bayangkan bila ternyata dana tabungannya itu habis akibat gagal berinvestasi, sementara ia sudah tidak bekerja dan tak punya penghasilan lagi. Bagaimana ia akan membiayai kehidupannya dan keluarganya sehari-hari? Â Â
Sehingga pilihan investasi yang bisa diambil seseorang dalam kategori ini tentu saja haruslah yang bisa memberikan jaminan "keamanan" lebih tinggi, meskipun tentu saja potensi keuntungan yang diberikan pun lebih terbatas.Â
Pilihan investasinya misalnya saja deposito, surat hutang atau obligasi negara.Â
Andaipun berinvestasi saham maka pilihan sahamnya adalah saham-saham yang paling "aman", yang fluktuasi naik turun harga sahamnya tidak terlalu drastis, namun secara historis rutin membagikan dividen.Â
Dalam hal ini, faktor keamanan dan meminimalkan potensi risiko akan lebih dicari daripada memaksimalkan potensi keuntungan.
Tentu saja ini bukan pilihan yang buruk. Hanya hendak menggambarkan bahwa waktu menjadi elemen penting yang bisa memengaruhi sikap dan keputusan investasi kita.
Keputusan baru akan mulai berinvestasi saat kondisi dirasa sudah jauh lebih mapan atau bahkan sesudah mendekati pensiun tetap lebih baik dibandingkan tidak mulai berinvestasi sama sekali.
Toh, tidak pernah ada kata terlambat untuk mulai berinvestasi. Â Â
Seperti yang selalu disampaikan oleh investor bijak, "Waktu terbaik bagi kita untuk memulai berinvestasi adalah sepuluh tahun yang lalu. Waktu terbaik kedua adalah hari ini". Â Â Â Â Â Â Â Â Â
Waktu sebagai tujuan
Pola relasi berikutnya adalah waktu juga bisa menjadi alasan dan tujuan seseorang berinvestasi. Sesuai konsep dasarnya, investasi bertujuan untuk mengumpulkan sekaligus menumbuhkan sebanyak-banyaknya aset kekayaan yang dimiliki dari waktu ke waktu.
Saat sudah mencapai titik tertentu dan jumlah asetnya itu sudah bisa membiayai kebutuhan hidupnya, maka ia sudah bisa pensiun dengan tenang. Dengan kata lain, investasi yang dilakukan hari ini sebenarnya bertujuan untuk "membeli" waktu di masa mendatang.
Bayangkan bila kita tidak punya aset yang bisa menghasilkan uang sama sekali, bukankah itu berarti saat sudah memasuki usia pensiun pun, mau tak mau terpaksa kita harus tetap bekerja agar mendapat uang?
Persis seperti nasihat yang berulangkali disampaikan oleh Warren Buffett, "If you don't find a a way to make money while you sleep, you will work until die"
Bukankah kita sering menemukan dan melihat kondisi seperti ini? Seseorang yang di usia muda dan produktifnya sudah punya pekerjaan, penghasilan tetap bahkan mungkin posisi jabatan yang lumayan, namun saat usianya sudah semakin tua bahkan setelah pensiun, terpaksa masih harus bekerja mencari uang.
Bukan berarti orang-orang yang sudah tua atau di usia pensiun sudah tidak boleh bekerja sama sekali. Hanya saja, akan lebih nikmat tentunya bila di usia tersebut saat kita misalnya masih memilih untuk tetap bekerja, namun fokus dan orientasinya sudah berubah dan tidak lagi sekadar mencari uang.
Kita memilih bekerja karena memang hobi, ingin punya aktivitas kesibukan, dan bukan karena terpaksa. Pekerjaan sudah menjadi pilihan, bukan keharusan apalagi keterpaksaan.
Orang-orang terkaya sejagat termasuk investor senior seperti Warren Buffett dan Lo Kheng Hong sampai hari ini juga memilih tetap "bekerja". Namun sekali lagi, itu semata-mata dilakukan karena pilihan dan kesenangan, bukan keharusan demi memenuhi kebutuhan.Â
Selanjutnya, mungkin sudah kita sering mendengar istilah "pensiun dini". Ya, ini juga salah satu motivasi sekaligus tujuan terbesar orang-orang giat berinvestasi. Sekali lagi, mereka ingin "membeli" waktu berikut kesenangannya di masa mendatang.
Saat aset investasinya dirasa sudah mencukupi kemudian mereka memilih mundur alias pensiun dini dari pekerjaan rutinnya. Sisa waktunya itu kemudian digunakan untuk menikmati kebersamaan dengan orang-orang tercinta.
Ada juga yang lebih menyibukkan diri dengan aktivitas sosial kemasyarakatan atau keagamaan, atau aktivitas lain yang bisa dinikmati dan membuatnya bahagia.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa investasi sebenarnya memang bukanlah ajang bergagah-gagahan melainkan untuk meraih tujuan besar yang ingin dicapai dalam kehidupan. Â Â Â
***
Jambi, 5 Oktober 2023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H