Surat-surat berharga kita sebagai ASN (SK, kartu pegawai, dll) disimpan oleh bank sebagai "jaminan".
Kita juga diminta menandatangani berkas-berkas yang sudah disiapkan salah satunya persyaratan setiap bulan pihak bank akan memotong langsung gaji di rekening sebagai pembayaran cicilan atas pinjaman kita.
Sementara pinjol memberikan fasilitas pelayanan yang lebih simpel dan tidak banyak syarat. Ada yang cukup berswafoto dengan KTP, pinjaman pun cair. Satu-satunya hal penting yang mereka perlukan adalah persetujuan dan kesediaan si konsumen untuk membayar kewajiban (plus bunga) yang sudah ditetapkan.
Kembali lagi, kasus yang terjadi di kampus UIN Raden Mas Said Surakarta itu memang harus menjadi pembelajaran bersama. Sangat tidak nyambung sebenarnya acara pengenalan budaya akademik pada mahasiswa baru justru dibarengi dengan pemaksaan mendaftar pinjol.
Potensi bahayanya nanti sudah terpampang jelas di depan mata. Terlebih saat ini ketika banyak kalangan muda kita (barangkali termasuk mahasiswa) yang sedang keranjingan judi online (judol). Â
Sampai-sampai membuat perputaran uang di aplikasi tersebut dikabarkan sudah mencapai triliunan rupiah.
Bayangkan ketika mereka yang sudah diberikan akses ke pinjol lalu tertarik mengajukan pinjaman dan menggunakannya untuk berjudi. Hasil pinjol digunakan untuk judol.
Sungguh perpaduan lengkap tindakan yang konyol sekaligus tolol. Â
***
Jambi, 15 Agustus 2023
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI