Terminologi hukuman seumur hidup kembali ramai pasca munculnya pemberitaan tentang Vonis MA yang membatalkan hukuman mati terhadap Ferdy Sambo, terdakwa kasus pembunuhan Nofriansyah Yosua Hutabarat (Brigadir J).
Sambo akhirnya "hanya" dijatuhi hukuman penjara seumur hidup.
Majelis kasasi MA juga memberikan keringanan hukuman kepada tiga terdakwa yang lain. Putri, istri Sambo dari semula 20 tahun menjadi 10 tahun. Rizky Rizal dari 13 tahun menjadi 8 tahun. Kuat Ma'ruf dari 15 tahun menjadi 10 tahun.
Patut menjadi catatan bahwa putusan menganulir hukuman mati Sambo menjadi hukuman seumur hidup ternyata tidak diambil secara bulat. Dari 5 orang Hakim, ada 2 orang Hakim yang menyatakan pendapat berbeda dan ingin Sambo tetap dihukum mati.
Banyak nada kekecewaan terutama dari pihak keluarga korban almarhum Brigadir J. Putusan itu dianggap melukai rasa keadilan sekaligus membuka kembali luka mendalam yang dialami keluarga yang telah kehilangan.
Seumur hidup
Sudah banyak sumber pemberitaan yang menjelaskan perihal hukuman seumur hidup. Kebanyakan berusaha meluruskan pemahaman masyarakat yang sering keliru memaknai hukuman seumur hidup.
Sering ada anggapan bahwa hukuman seumur hidup berarti dipenjara dalam jangka waktu sesuai umur si terdakwa. Bila si terdakwa berumur 30 tahun saat divonis, berarti ia harus mendekam di penjara selama 30 tahun.
Ini jelas-jelas keliru karena bertentangan dengan KUHP lama maupun yang baru. Ketentuan dalam Pasal 12 ayat (4) KUHP dan Pasal 58 ayat (4) KUHP baru menyatakan, pidana penjara selama waktu tertentu tidak boleh lebih dari 20 tahun.
Demikian sebaliknya, misalkan seorang terdakwa berusia 18 tahun. Bila menggunakan pemahaman yang salah, berarti ia hanya akan menjalani hukuman penjara selama 18 tahun.
Kalau begitu, untuk apa Hakim memutuskan vonis seumur hidup? Mengapa tidak langsung menyebutkan 18 tahun saja?
Penjelasan pidana penjara seumur hidup yang sebenarnya adalah hukuman penjara yang harus dijalani terpidana sepanjang hidupnya alias sampai maut datang menjemput. Â
Dengan demikian, hukuman seumur hidup sebenarnya hampir sama beratnya dengan hukuman mati. Dan memang kedua jenis hukuman berat ini hanya akan dijatuhkan pada kasus hukum yang berat pula, salah satunya seperti kasus yang dihadapi Sambo yaitu pembunuhan berencana. Â Â Â Â Â Â
Hukuman seumur hidup juga sering disebut sebagai alternatif dari hukuman mati. Di tengah-tengah masyarakat kita termasuk di kalangan penegak dan praktisi hukum itu sendiri, vonis hukuman mati memang masih menjadi pro dan kontra. Â
Mereka yang kontra berpendapat bahwa hak hidup seseorang (termasuk terpidana) hanya bisa dicabut Sang Pencipta bukan oleh manusia. Â
Martin Simanjuntak, salah satu anggota tim kuasa hukum keluarga Brigadir J dalam satu kesempatan terang-terangan menyatakan termasuk yang tidak setuju dengan adanya hukuman mati. Â
Upaya keringanan
Barangkali salah satu alasan lain kekecewaan publik terhadap putusan hukuman seumur hidup terhadap Sambo adalah kekhawatiran jangan-jangan berikutnya ia masih akan mendapat keringanan lagi.
Terpidana seumur hidup memang masih memiliki upaya untuk dapat keringanan hukuman yaitu dengan mengajukan Grasi ke Presiden. Grasi merupakan suatu bentuk pengampunan berupa perubahan, peringanan, pengurangan, atau penghapusan pelaksanaan pidana kepada terpidana.
Pasal 2 ayat (2) UU Nomor 5 tahun 2010 tentang Perubahan atas UU Nomor 22 tahun 2002 tentang Grasi menyatakan: Putusan pemidanaan yang dapat dimohonkan Grasi adalah pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling rendah 2 (dua) tahun.
Sementara di pasal 69 KUHP baru yang akan mulai dilaksanakan 2026 mendatang juga ada disebutkan, narapidana hukuman seumur hidup yang telah menjalani pidana penjara paling singkat 15 tahun, hukumannya dapat diubah menjadi penjara 20 tahun.
Perubahan pidana tersebut dilakukan dengan Keputusan Presiden (Keppres) setelah mendapatkan pertimbangan Mahkamah Agung (MA).
Sangat berat
Dalam pemahaman saya, hukuman penjara seumur hidup itu sebenarnya sudah hampir sama seperti hukuman mati.
Perbedaannya bila upaya meringankan hukumannya gagal, terpidana mati akan langsung dieksekusi saat itu juga. Sementara terpidana hukuman seumur hidup, akan "membusuk" di penjara menunggu ajal menjemput.
Upaya keringanan hukuman baik melalui Grasi ataupun penerapan KUHP yang baru, tidak semudah yang dibayangkan. Tidak ada jaminan, itu pasti akan berhasil.
Kita ingat memang ada permohonan Grasi yang pernah dikabulkan, namun sepertinya lebih banyak juga yang ditolak. Presiden pasti akan sangat mempertimbangkan banyak hal salah satunya rasa keadilan di masyarakat sebelum memutuskan. Â Â Â Â Â
Demikian halnya harapan mendapatkan keringanan hukuman menjadi penjara 20 tahun pasca penerapan KUHP baru. Tidak ada jaminan juga itu pasti berhasil.Â
Pertanyaan sederhana, apakah MA akan begitu mudahnya memberikan pertimbangan pada Presiden untuk "menganulir" putusannya sendiri?
Bukankah faktanya, MA sendiri yang sudah menjatuhkan vonis seumur hidup pada si terpidana sehingga memiliki kekuatan hukum yang tetap?
Andaipun ada "keajaiban" sehingga hukumannya menjadi 20 tahun, bukankah itu juga tetap terasa sangat berat? Kita ambil contoh Ferdy Sambo yang saat ini berusia 50 tahun.Â
Andai nanti ia beruntung hanya menjalani hukuman penjara selama 20 tahun saja, saat keluar umurnya sudah 70 tahun.
Dalam ukuran masyarakat kita, itu usia yang sudah cukup tua. Kalau dipikir-pikir, apa yang bisa dilakukannya di usia tersebut dan berinteraksi sosial di tengah-tengah masyarakat sambil menanggung "label" sebagai mantan terpidana dan mantan pembunuh?
Bukan sedang membela terpidana dan tidak berempati pada keluarga korban, hanya sedang mencoba memberikan gambaran bahwa hukuman penjara seumur hidup itu tetaplah merupakan ganjaran hukuman yang sangat berat. Â Â Â Â Â
***
Jambi, 11 Agustus 2023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H