Tak heran bila keputusan partai Golkar dalam mendukung koalisi pencalonan capres-cawapres selalu dinantikan karena cukup menentukan arah pertarungan Pilpres.Â
Seperti yang terjadi saat ini. Arah dukungan Golkar di Pilpres 2024 mendatang masih menjadi tanda tanya besar. Sebelumnya sempat muncul wacana pembentukan koalisi besar dengan 5 partai pendukung pemerintah saat ini: Gerindra, PPP, PAN, PKB dan Golkar.
Wacana itu sepertinya sudah bubar di tengah jalan. Diawali PPP yang resmi sudah menyatakan dukungan ke capres pilihan PDI-P, Ganjar Pranowo. Sementara Gerindra santer dikabarkan sudah sepakat berkoalisi dengan PKB. Sementara itu Golkar disebut-sebut sudah nyaman dengan PAN (sebelumnya plus PPP dengan nama Koalisi Indonesia Bersatu).
Wacana pembentukan koalisi sepertinya selalu terbentur pada pemilihan nama cawapres. Masing-masing sepertinya masih coba berhitung. PPP meskipun sudah menyatakan dukungan resmi ke Ganjar Pranowo sebenarnya sambil menawarkan nama Sandiaga Uno sebagai cawapres pendamping.
Koalisi yang dibentuk Gerindra dengan Prabowo Subianto sebagai capres juga sepertinya belum "aman" karena PKB dengan tegas mensyaratkan pembentukan koalisi harus dibarengi dengan pencalonan sang ketua umum, Muhaimin Iskandar sebagai cawapres.
Wacana koalisi yang sempat dibentuk Golkar bersama PAN lebih ruwet lagi pasca ditinggal PPP. Kali ini bukan sekadar menentukan cawapres melainkan juga nama capres yang akan diusung. Sebagaimana diketahui, tokoh pencapresan sepertinya sudah dikunci 3 nama terkuat saja yaitu: Ganjar Pranowo, Prabowo Subianto dan Anies Baswedan.
Koalisi perubahan yang digagas Nasdem, Demokrat, dan PKS pun mengalami masalah yang hampir sama. Demokrat dan PKS sepertinya sama-sama ngotot mengajukan nama pendamping Anies Baswedan. Demokrat tentu saja sangat ingin mengajukan nama sang ketua umum, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).
Tak kunjung diumumkannya nama AHY sebagai cawapres pendamping Anies sudah mulai membuat beberapa petinggi partai Demokrat gerah dan mulai menyampaikan pernyataan-pernyataan dengan nada mengancam akan segera menarik diri dari koalisi.
Jika Demokrat benar-benar keluar dan tidak ada parpol pengganti yang masuk maka otomatis koalisi ini pun akan bubar di tengah jalan karena tidak memenuhi syarat jumlah kursi/suara untuk mengusung pasangan capres-cawapres.
Manuver masing-masing partai memang masih sangat menarik ditunggu. Di tengah sisa waktu yang kian mendesak, mereka dituntut harus segera mengambil keputusan.
Kembali ke partai Golkar. Belakangan partai berlambang beringin ini memang agak bergejolak. Selain soal adanya gerakan yang ingin mengganti Airlangga, belakangan muncul pula suara-suara dari internal partai yang ingin partai tersebut memberikan dukungan pada Capres Prabowo Subianto.