Tyson yang di masa kecil mengalami kehidupan yang sulit dan miskin, kemudian sempat memiliki kekayaan dalam jumlah besar, akhirnya kembali terperosok ke jurang kemiskinan.
Lo Kheng Hong sering menceritakan kisah hidup Tyson ini dalam berbagai kelas edukasi saham. Ia menyebut kisah Tyson ini ibarat siklus hidup dari gembel kembali ke gembel.
Michal Carroll punya kisah yang hampir sama namun bisa dibilang lebih tragis lagi. Carroll, warga biasa asal Inggris yang bekerja sebagai pengemas biskuit. Setiap minggunya ia mendapat upah sebesar 204 poundsterling atau sekitar Rp 3 juta.
Tahun 2002, Carroll ibarat mendapat durian runtuh. Ia menang hadiah lotre sebesar Rp 223 miliar. Apa yang dilakukan Carroll? Hidupnya berubah drastis.
Ia menghabiskan uangnya untuk membeli rumah mewah, mobil, menyewa helikopter dan rutin menyelenggarakan pesta pora di rumahnya. Kehidupan Carroll tak jauh dari urusan minuman keras, obat-obatan, dan seks bebas.
Tak menunggu waktu lama, harta kekayaannya pun habis dan ia jatuh miskin. Akhirnya, ia terpaksa menjadi tukang sampah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari.
Kisah hidup seperti Carroll yang mendadak kaya gara-gara menang undian/lotre mungkin sering kita dengar. Sayangnya akhir perjalanan hidup mereka pun mirip. Tak mampu mengatur dan mengelola kekayaannya, akhirnya malah kembali jatuh miskin.
Dalam konteks yang agak berbeda, saya jadi teringat kisah keluarga jauh dari pihak istri saya yang tinggal di suatu daerah. Suatu ketika, ada program pemerintah yang ingin membangun jalur kereta api dan kebetulan rumah mereka masuk dalam jalur tersebut.
Pihak pemerintah kemudian datang dan melakukan negosiasi. Singkat cerita, dicapailah kesepakatan. Keluarga kami itu mendapat kompensasi berupa uang ganti rugi karena rumahnya akan dirobohkan. Ia mendapat uang miliaran rupiah.
Setelah itu yang kami tahu dan lihat sendiri, gaya hidupnya kemudian berubah drastis layaknya gaya "orang kaya baru".