Mohon tunggu...
Stevan Manihuruk
Stevan Manihuruk Mohon Tunggu... Penulis - ASN

Buruh negara yang suka ngomongin politik (dan) uang

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

3 Alasan Investor Harus Menghindari "Saham Gorengan"

4 April 2023   18:38 Diperbarui: 5 April 2023   07:26 845
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pergerakan harga saham di Bursa Efek (Kompas.com/Andrew Lotulung)

Gorengan menjadi makanan favorit banyak orang. Tak hanya dijadikan sebagai camilan saat bersantai, ada pula yang menjadikan gorengan ibarat "lauk" wajib saat menyantap nasi.

Tak terkecuali di bulan puasa seperti saat ini. Banyak orang masih gemar menjadikan gorengan sebagai makanan saat sahur atau berbuka puasa.

Meskipun sudah banyak peringatan tentang dampak negatifnya khususnya bagi orang yang sedang berpuasa, namun itu sepertinya tak mampu membuat mereka melupakan makanan ini.

Sebagaimana dilansir HarvardHealthPublishing, makanan bercita rasa renyah ini meskipun nikmat tapi sebenarnya tidak sehat karena tinggi kalori, kerap tinggi natrium, dan lemak jenuh.

Dari sisi kesehatan, gorengan juga tidak tepat bila dikonsumsi saat berbuka puasa karena berpotensi: membuat gangguan pencernaan, membuat lemas dan mengantuk, meningkatkan kolesterol darah dan meningkatkan tekanan darah (Kompas.com).

Namun sekali lagi, saya yakin para penikmat gorengan akan selalu punya alasan untuk menjawab peringatan itu.

Mulai dari jawaban "Tapi gorengan itu nikmat dan apalah nikmatnya makan tanpa dibarengi gorengan?" atau "Selama ini saya selalu makan gorengan, baik-baik aja kok?" atau "Tidak baik itu kalau dimakan berlebihan, kalau sekadar satu, dua, atau tiga buah pastilah gak ada masalah".

Saham gorengan 

Seperti halnya dalam kehidupan sehari-hari, di dunia investasi khususnya saham juga dikenal jenis gorengan lain yaitu saham gorengan. Jenis saham ini juga dianggap berbahaya atau minimal sangat "tidak sehat" sehingga hampir tidak pernah direkomendasikan untuk dibeli para investor maupun para trader.

Praktis jenis saham ini hanya diminati mereka yang memang berniat menjadi spekulan dan punya keberanian tingkat tinggi.

Ihwal bahayanya membeli saham gorengan juga sempat disinggung Presiden Jokowi saat merebaknya kasus Adani Group di India baru-baru ini. Awal tahun 2020 lalu, Jokowi juga sudah mengungkapkan keresahannya berkaitan aksi goreng-menggoreng saham yang menurutnya sudah banyak menelan korban. Ia meminta otoritas untuk memberikan perlindungan bagi para investor.

Lalu sebenarnya apa itu saham gorengan? Dalam defenisi sederhana berarti saham yang harganya bisa dengan sengaja direkayasa sedemikian rupa oleh pihak-pihak tertentu.

Saham jenis ini bisa naik harganya berkali-kali lipat dalam waktu singkat sehingga menarik perhatian para investor atau trader untuk ikut-ikutan membelinya dengan harapan bisa ikut menikmati keuntungan.

Saham gorengan tak membutuhkan alasan apapun untuk naik harganya, kecuali karena memang sedang diinginkan para pemilik mayoritas sebagai pengendalinya. Tak peduli, perusahaannya sedang untung atau rugi. Prospek dan lini bisnisnya sedang bagus atau buruk. 

Ada beberapa ciri (meskipun tak selalu mutlak) yang bisa dijadikan patokan untuk mengenali jenis saham gorengan.

Pertama, market cap atau kapitalisasinya rendah. Dengan bahasa sederhana, jumlah sahamnya yang beredar di publik relatif sangat kecil. Pemilik modal besar berpotensi untuk menguasai sahamnya dalam jumlah besar lalu leluasa untuk mengatur naik-turunnya harga saham tersebut.

Kedua, harga sahamnya bisa naik signifikan secara tiba-tiba, tanpa diiringi alasan kinerja perusahaan. Meskipun tentu saja kenaikan harga yang secara tiba-tiba bisa diiringi dengan penurunan yang secara tiba-tiba pula.  

Ada contoh kasus dan beberapa kali pernah kejadian, satu saham katakanlah saham ABCD yang di awal pembukaan perdagangan harga sahamnya bisa naik signifikan sampai menyentuh batas atas, namun menjelang penutupan perdagangan masih di hari yang sama, harganya malah "nyungsep" sampai menyentuh batas paling bawah.

Coba bayangkan kita adalah investor yang ikut-ikutan membeli saham tersebut di saat harganya sedang berada di puncaknya, maka otomatis dalam sehari itu saja kita sudah berada pada posisi potensi rugi yang cukup besar.  

Ketiga, saham perusahaan yang baru saja melantai di bursa saham (go public/IPO). Dalam hal ini tentu saja tak bisa dipukul rata bahwa saham yang baru IPO otomatis adalah saham gorengan.

Untuk itu faktor kapitalisasi saham yang ditawarkan perusahaan tersebut ke publik penting dipertimbangkan. Tentu saja setelah yakin akan mutu dan prospek perusahaan itu terlebih dahulu.

Harus menghindari

Sebagai seorang investor, sekurang-kurangnya ada tiga alasan mengapa sejak awal kita harus benar-benar berkomitmen untuk menghindari jenis saham gorengan. Dalam artian untuk sekadar alasan coba-coba saja pun tak perlu.

Pertama, menjaga mindset yang benar sebagai investor. 

Saat membeli saham gorengan, kita takkan pernah peduli atau mau tahu tentang perusahaan yang kita beli.

Yang kita selalu harapkan dan pedulikan hanyalah kenaikan harga secara signifikan dalam waktu waktu singkat. Kita menjadi pribadi yang hidup dalam ilusi bisa cari untung besar dalam waktu sekejap.  

Seorang investor pasti memegang teguh prinsip untuk mendapatkan keuntungan dari hasil investasi, akan selalu butuh proses, waktu dan kesabaran.

Saat dengan sadar membeli saham gorengan, sekali lagi sebenarnya kita sudah memosisikan diri seperti spekulan atau bahkan penjudi.

Kedua, menghindari kerugian akibat kebodohan. 

Ketika membeli saham gorengan, secara tak langsung sebenarnya kita sedang menggantungkan seluruh nasib dan harapan pada "si penggoreng" saham. Sambil berharap keberuntungan akan berpihak pada kita.

Tapi sekali lagi coba pikirkan secara logis. Bukankah sebenarnya kita takkan pernah tahu apa yang ada di dalam benak orang lain? 

Misalnya saat kita sedang berharap harga sahamnya "digoreng" hingga naik signifikan, ternyata mereka malah berpikir sebaliknya, apa yang akan terjadi? Sudah jelas, kita akan mengalami kerugian.

Mengapa saya sebut sebagai kebodohan? Karena bursa saham menyediakan pilihan lebih dari 700 saham perusahaan yang bisa kita beli dan banyak diantaranya merupakan perusahaan-perusahaan bagus.

Pertanyaannya, dari sekian banyak pilihan, mengapa kita harus membeli saham gorengan? Ingat juga bahwa setiap orang di bursa saham tujuannya pasti ingin mencari keuntungan. Jadi, jangan sampai kita menjadi korban akibat kebodohan sendiri.

Potensi kerugian dalam berinvestasi memang akan selalu ada. Namun ketika dengan sengaja merisikokan diri pada sesuatu hal yang nyata-nyata bisa dihindari, bukankah merupakan sebuah kebodohan yang fatal?  

Ketiga, menjaga kesehatan mental. 

Saat berinvestasi, pasti kita juga butuh kenyamanan dan ketenangan. Jangan sampai investasi malah membuat pikiran dan hati kita menjadi tak tenang, selalu deg-degan sepanjang hari. Bukankah itu berbahaya bagi kesehatan?

Kalau kita punya saham perusahaan yang kita yakin benar-benar bagus, maka hati dan pikiran akan selalu tenang, meskipun fluktuasi naik-turun harga bisa terjadi setiap hari.

Namun bila yang kita punya adalah saham gorengan, percayalah bahwa perasaan kita akan selalu diliputi was-was serta kuatir dengan fluktuasi harga. Lalu bayangkan bila perasaan itu harus terjadi setiap hari.  

Bila kita mencintai kesehatan dan masih berharap bisa berumur panjang, maka sebaiknya hindarilah membeli saham gorengan. Kecuali kalau kita benar-benar sudah siap kehilangan uang serta menganggap bursa saham sekadar tempat hiburan untuk bersenang-senang.   

***

Jambi, 4 April 2023

   

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun