Mohon tunggu...
Stevan Manihuruk
Stevan Manihuruk Mohon Tunggu... Penulis - ASN

Buruh negara yang suka ngomongin politik (dan) uang

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

3 Alasan Investor Harus Menghindari "Saham Gorengan"

4 April 2023   18:38 Diperbarui: 5 April 2023   07:26 845
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ihwal bahayanya membeli saham gorengan juga sempat disinggung Presiden Jokowi saat merebaknya kasus Adani Group di India baru-baru ini. Awal tahun 2020 lalu, Jokowi juga sudah mengungkapkan keresahannya berkaitan aksi goreng-menggoreng saham yang menurutnya sudah banyak menelan korban. Ia meminta otoritas untuk memberikan perlindungan bagi para investor.

Lalu sebenarnya apa itu saham gorengan? Dalam defenisi sederhana berarti saham yang harganya bisa dengan sengaja direkayasa sedemikian rupa oleh pihak-pihak tertentu.

Saham jenis ini bisa naik harganya berkali-kali lipat dalam waktu singkat sehingga menarik perhatian para investor atau trader untuk ikut-ikutan membelinya dengan harapan bisa ikut menikmati keuntungan.

Saham gorengan tak membutuhkan alasan apapun untuk naik harganya, kecuali karena memang sedang diinginkan para pemilik mayoritas sebagai pengendalinya. Tak peduli, perusahaannya sedang untung atau rugi. Prospek dan lini bisnisnya sedang bagus atau buruk. 

Ada beberapa ciri (meskipun tak selalu mutlak) yang bisa dijadikan patokan untuk mengenali jenis saham gorengan.

Pertama, market cap atau kapitalisasinya rendah. Dengan bahasa sederhana, jumlah sahamnya yang beredar di publik relatif sangat kecil. Pemilik modal besar berpotensi untuk menguasai sahamnya dalam jumlah besar lalu leluasa untuk mengatur naik-turunnya harga saham tersebut.

Kedua, harga sahamnya bisa naik signifikan secara tiba-tiba, tanpa diiringi alasan kinerja perusahaan. Meskipun tentu saja kenaikan harga yang secara tiba-tiba bisa diiringi dengan penurunan yang secara tiba-tiba pula.  

Ada contoh kasus dan beberapa kali pernah kejadian, satu saham katakanlah saham ABCD yang di awal pembukaan perdagangan harga sahamnya bisa naik signifikan sampai menyentuh batas atas, namun menjelang penutupan perdagangan masih di hari yang sama, harganya malah "nyungsep" sampai menyentuh batas paling bawah.

Coba bayangkan kita adalah investor yang ikut-ikutan membeli saham tersebut di saat harganya sedang berada di puncaknya, maka otomatis dalam sehari itu saja kita sudah berada pada posisi potensi rugi yang cukup besar.  

Ketiga, saham perusahaan yang baru saja melantai di bursa saham (go public/IPO). Dalam hal ini tentu saja tak bisa dipukul rata bahwa saham yang baru IPO otomatis adalah saham gorengan.

Untuk itu faktor kapitalisasi saham yang ditawarkan perusahaan tersebut ke publik penting dipertimbangkan. Tentu saja setelah yakin akan mutu dan prospek perusahaan itu terlebih dahulu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun