Mengenal Dito Ariotedjo, Pemuda yang Menjadi Menpora

Teka-teki mengenai pengganti Zainudin Amali sebagai Menpora, terjawab sudah. Sebagaimana diketahui, kursi Menpora memang kosong pasca ditinggalkan Zainudin Amali yang memilih mundur karena ingin fokus menjabat Waketum PSSI.

Dito Ariotedjo adalah nama yang dipilih Jokowi. Politisi muda partai Golkar ini sebelumnya masuk dalam jajaran tim ahli Menko Perekonomian, Airlangga Hartarto yang juga merupakan Ketua Umum Partai Golkar.

Sebelumnya dikabarkan Partai Golkar mengajukan tiga nama untuk dipilih Jokowi sebagai Menpora. Selain Dito, ada nama Ilham Permana dan Putri Komarudin. Bila tak ada aral melintang, Dito akan dilantik Senin (3/4) sore. 

Beberapa sumber menyebut, Dito lahir di Jakarta, 25 September 1990. Artinya saat ini, Dito baru berusia 32 tahun.

Bila merujuk pada UU Kepemudaan yang mendefenisikan pemuda sebagai penduduk yang berusia 16-30 tahun, maka Dito cuma kelebihan 2 tahun untuk masuk kategori itu.

Dalam struktur kepartaian, Dito saat ini masih menjabat sebagai Ketua Umum DPP Angkatan Muda Pembaharuan Indonesia (AMPI).

Nama Dito juga dikenal sebagai sosok pengusaha sukses yang cukup akrab dan bekerja sama dengan Raffi Ahmad, sosok artis muda juga merupakan pengusaha sukses di tanah air.

Dito Ariotedjo, Menpora baru (Kompas.com)

Beberapa catatan menarik

Pemilihan nama Dito Ariotedjo sebagai Menpora tentu menorehkan sekurang-kurangnya tiga catatan menarik.

Pertama, selama dua periode pemerintahan Jokowi, jabatan Menpora secara konsisten selalu diisi kader partai politik. 

Jika pada periode pertama (2014-2019), jabatan Menpora diserahkan ke partai PKB, pada periode kedua (2019-2024) ini jabatan itu menjadi jatah partai Golkar.

Pada periode pertama pemerintahan Jokowi, Menpora dijabat oleh politisi PKB Imam Nahrawi dan sempat dilanjutkan beberapa saat oleh Hanif Dhakiri. Pada periode kedua, Jokowi menunjuk Zainudin Amali, politisi Golkar.

Penunjukan Zainudin Amali sempat mendapat sorotan publik. Sosoknya dinilai tak merepresentasikan "pemuda" sebagai tupoksi yang harus dikerjakan. Belum lagi soal latar belakangnya yang dipertanyakan tak punya rekam jejak bersinggungan dengan olahraga.

Sampai muncul tudingan jabatan Menpora hanya sebagai politik dagang sapi, balas jasa politik, atau sekadar bagi-bagi kue jabatan semata.

Kedua, masa jabatan yang relatif singkat. 

Dito hanya akan menduduki jabatan Menpora tak kurang dari 2 tahun saja, mengingat statusnya sebagai pengganti di tengah jalan. Entah kalau misalnya, ia masih dipertahankan oleh pemerintahan periode mendatang.

Ketiga, Dito menduduki jabatan dalam situasi yang kurang mengenakkan. 

Pelantikan Dito sebagai Menpora masih dibayang-bayangi kekecewaan mendalam publik akibat pembatalan penyelenggaraan Piala Dunia U-20 di Indonesia.

Sampai saat ini, publik masih sulit "move on" dari sesuatu yang menjadi fakta tersebut. Aksi saling tuding, saling menyalahkan masih terjadi.

Tantangan yang dihadapi Dito juga masih sama dengan pejabat sebelumnya. Publik olahraga di tanah air masih haus prestasi khususnya di bidang olahraga. Selain badminton, nyaris tak ada cabang olahraga lain yang dianggap bisa menorehkan prestasi. Ini tentu menjadi pekerjaan yang sangat berat.

Publik terus mempertanyakan, dengan potensi jumlah penduduk sebesar 200 an juta jiwa mengapa tak mampu menorehkan prestasi di bidang olahraga?

Dalam cabang olahraga sepak bola, olahraga paling populer di dunia dan di tanah air, mengapa sampai ini timnas kita tak kunjung mampu mengukir prestasi yang membanggakan?

Kasus gagalnya Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20 juga berimbas pada buyarnya mimpi timnas untuk tampil ajang seakbar Piala Dunia.

Di tengah masa jabatan yang sangat singkat, apakah Dito mampu menjawab harapan-harapan sangat besar tersebut?

Satu hal lagi yang tak kalah penting, publik pasti berharap Dito tak mengulangi "dosa" Imam Nahrawi, Menpora periode sebelumnya yang berurusan dengan penegak hukum karena kasus korupsi. Alih-alih mengukir prestasi, malah terjerat korupsi.

***

Jambi, 3 April 2023