Kedua, paham tentang potensi risiko.Â
Dalam berinvestasi, faktor risiko juga penting untuk dipahami. Risiko terburuk saat berinvestasi saham adalah ketika perusahaan yang kita miliki akhirnya bangkrut atau "ditendang" dari bursa.
Saat itu terjadi, kita sebagai pemilik saham otomatis harus ikut menanggungnya. Saham yang kita punya menjadi tak berharga.
Risiko itu bisa diminimalisir ketika kita sudah benar-benar mengenali perusahaan yang akan dibeli.
Perusahaan yang berpotensi bangkrut biasanya karena satu atau akumulasi beberapa faktor berikut: manajemen yang tidak becus, prospek bisnis yang suram, bisnis tak menguntungkan, selalu merugi, punya banyak hutang yang segera jatuh tempo, dan sebagainya.
Pentingnya mengenali model bisnis dan prospek perusahaan juga membuat kita bisa menghitung potensi risiko yang mungkin terjadi. Sebagai contoh, ketika berinvestasi di saham perusahaan rokok, maka salah satu "ancaman" paling nyata adalah kebijakan pemerintah terkait cukai.
Ketika berinvestasi di saham-saham perusahaan BUMN, ingatlah bahwa perusahaan itu selain dituntut menghasilkan profit juga biasanya punya misi khusus terkait program-program pemerintah yang berpotensi membuat perusahaan menjadi kurang luwes dan leluasa dalam menjalankan usahanya.
Meskipun nilai plusnya adalah pemerintah sebagai pemegang saham mayoritas tak akan pernah lepas tangan terhadap kondisi-kondisi terburuk yang terjadi di perusahaan.
Ini misalnya kita saksikan di perusahaan Garuda Indonesia. Pemerintah mati-matian mempertahankan keberlanjutan perusahaan yang tengah terlilit utang dan terus mengalami kerugian.
Demikian halnya dengan perusahaan-perusahaan BUMN di bidang konstruksi yang juga tercatat memiliki hutang dalam jumlah besar.
Ada lagi perusahaan-perusahaan yang sangat bergantung pada nilai tukar mata uang. Perusahaan yang berorientasi ekspor atau sebaliknya yang mengandalkan impor pembelian bahan baku untuk produksi perusahaan tentu akan sangat terdampak pada kondisi naik turunnya nilai mata uang.