Mohon tunggu...
Stevan Manihuruk
Stevan Manihuruk Mohon Tunggu... Penulis - ASN

Buruh negara yang suka ngomongin politik (dan) uang

Selanjutnya

Tutup

Gadget Pilihan

Dukung Migrasi Televisi Digital, Kejar yang Tertinggal untuk Kepentingan Nasional

20 Agustus 2021   13:10 Diperbarui: 20 Agustus 2021   13:12 266
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustari tv analog dan tv digital (Shutterstock)

Perayaan HUT Kemerdekaan tahun ini, seyogianya akan dikenang sebagai momen bersejarah dalam dunia penyiaran televisi kita. Pemerintah melalui Kementerian Kominfo awalnya sudah memilih tanggal keramat tersebut untuk melaksanakan Analog Switch Off (ASO) tahap pertama. Atas beberapa pertimbangan, salah satunya pandemi Covid-19, rencana tersebut akhirnya batal dan ditunda pelaksanaannya.

Bila ditelusuri sedikit jauh ke belakang, program migrasi televisi analog ke digital atau Analog Switch Off (ASO) ini sebenarnya sudah ramai diperbincangkan di tanah air dalam beberapa tahun terakhir. Bahkan konon kajiannya pun sudah dilakukan sejak 2007 silam.

Migrasi televisi digital dirasakan sebagai suatu kebutuhan karena berbagai hal. Salah satu alasan pentingnya, siaran televisi analog yang sudah mengudara di Indonesia selama hampir 60 tahun, dirasakan sudah kurang relevan lagi di era sekarang ini.

Efisiensi menjadi salah satu kata kuncinya. Setelah dikaji lebih dalam, televisi analog bersifat boros karena memakan banyak spektrum frekuensi 700 MHz. Jika migrasi ke televisi digital, maka akan diperoleh frekuensi tersisa atau dividen digital sebesar 112 MHz yang bisa dimanfaatkan untuk peningkatan kualitas broadband internet dalam negeri atau untuk kepentingan penanganan bencana.

Jalan panjang 

Setelah kemarin sempat tertunda pelaksanaannya, pemerintah sudah menyusun ulang jadwal ASO di tanah air. Menteri Kominfo, Jonny G Plate mengatakan ASO akan dilaksanakan dalam 3 tahap: 30 April 2022, Akhir Agustus 2022, Awal November 2022.

Tahap pertama akan melibatkan 56 wilayah siaran, terdiri dari 166 kabupaten/kota. Tahap kedua dilaksanakan di 31 wilayah siaran, terdiri dari 110 kabupaten/kota. Dan tahap ketiga dilaksanakan di 25 wilayah siaran, terdiri dari 63 kabupaten/kota.  

Mengapa harus bertahap? Tentu saja karena negara kita sangat luas, dengan letak geografis dan topografi yang beragam, sehingga perlu persiapan yang matang agar semua bisa berjalan dengan lancar dan sesuai rencana.

Penjadwalan ini sejalan dengan mandat UU Cipta Kerja yang menyebutkan batas akhir migrasi analog ke digital adalah 2 November 2022. Dengan demikian, sejak tanggal tersebut, secara resmi siaran analog televisi sudah tidak bisa diakses lagi.  

Indonesia bisa dikatakan cukup terlambat melaksanakan ASO karena saat ini 90% negara di dunia sudah beralih ke siaran TV digital. Kita bahkan tertinggal dibandingkan dengan negara tetangga. Di kawasan ASEAN saja, tinggal Indonesia, Timor Leste, dan Myanmar yang belum mengimplementasikan TV digital.

Padahal berdasarkan kesepakatan International Telecommunications Union (ITU) di Jenewa tahun 2006, batas akhir ASO dan dilaksanakannya TV digital selambat-lambatnya sudah harus terjadi pada 17 Juni 2015.

Pada sisi lain, sebagaimana dikatakan Direktur Jenderal Penyelenggara Pos dan Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika, Ahmad M. Ramli, Indonesia sebenarnya termasuk negara yang pertama berinisiatif untuk beralih ke TV Digital di ASEAN.

Pada tahun 2008 di kawasan Jabodetabek, sudah pernah dilakukan uji coba migrasi TV analog ke TV digital. Setahun berikutnya, tepatnya pada peringatan Hari Kebangkitan Nasional tanggal 20 Mei 2009 Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bahkan telah melakukan Grand Launching uji coba siaran TV digital.

Muhammad Nuh, Menkominfo saat itu pun telah mengeluarkan Peta Jalan Infrastruktur TV Digital yang dimulai sejak awal tahun 2009 sampai dengan akhir tahun 2018. Proses berlanjut ketika tahun 2010, Menkominfo Tifatul Sembiring meresmikan uji coba lapangan penyiaran TV digital untuk wilayah Bandung dan sekitarnya.

Namun sebagaimana disampaikan pihak Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), migrasi televisi analog ke TV digital terkendala perundang-undangan. Kemenkominfo menjelaskan, peralihan TV digital harus melalui undang-undang. Titik terang persoalan ini akhirnya ditemukan setelah pemerintah mendorong RUU Cipta Kerja atau Omnibus Law dan telah disahkan menjadi undang-undang.

Tak perlu dikhawatirkan

Sedikit menjadi kendala bahwa meskipun rencana program ini sudah bergulir sejak lama, pemahaman masyarakat kita ternyata masih minim. Masih terdapat kekeliruan pemahaman, kebingungan bahkan kekuatiran berkaitan dengan teknis pelaksanaannya nanti di lapangan.

Ada yang menganggap program migrasi TV digital ini sama dengan konsep TV streaming atau TV berbayar yang ada saat ini. Ada yang mengatakan, butuh biaya besar untuk ikut dalam program ini karena mau tak mau terpaksa harus mengganti semua perangkat yang sudah ada. Serta masih banyak pertanyaan lain yang membuat sebagian masyarakat bingung.

Dari berbagai sumber dapat disimpulkan bahwa migrasi TV digital ini sebenarnya tak perlu dikhawatirkan. Walaupun sama-sama menggunakan teknologi digital, siaran televisi digital yang dimaksud bukanlah siaran televisi melalui internet alias streaming. Dan layaknya layanan TV analog, TV digital ini pun nantinya tetap free to air alias gratis.    

Program ini juga akan menjawab kebutuhan kita sebagai penikmat siaran televisi. Migrasi TV digital ini menjanjikan kualitas siaran yang lebih baik sebagaimana slogannya: bersih gambarnya, jernih suaranya dan canggih teknologinya.

Bila selama ini kita sering merasa kurang puas dengan kualitas siaran televisi di rumah terutama saat cuaca buruk, entah suaranya yang tidak jernih atau kualitas gambarnya yang berbayang, berbintik atau kabur, maka siaran TV digital justru akan menjawab persoalan tersebut.

Migrasi TV digital juga tidak serumit yang dibayangkan apalagi sampai harus mengeluarkan biaya besar. Para pemilik TV biasa/tabung alias TV analog masih tetap bisa memanfaatkan perangkat yang sudah dimiliki sehingga berfungsi menjadi TV digital. Cukup dengan manambahkan/menggunakan perangkat STB (Set Top Box) yang sudah mendukung digital video broadcasting-second generation terrestrial (DVB-T2), standar TV digital di Indonesia.  

Masyarakat bisa mengecek informasi soal ASO maupun jenis STB maupun TV digital yang sudah memiliki sertifikasi dalam mendukung siaran digital di laman Kementerian Kominfo DISINI.

Bagaimana dengan masyarakat yang kurang mampu? Pemerintah akan memberikan "subsidi" berupa STB secara gratis kepada masyarakat yang masuk dalam kategori kurang mampu atau miskin di tanah air. Dari data Badan Pusat Statistik (BPS), diperkirakan ada 6,8 juta keluarga miskin. Namun rencananya, pemberian STB ini hanya diberikan kepada keluarga tak mampu yang sudah memiliki televisi.     

Banyak manfaat  

Program migrasi TV digital ini memiliki banyak manfaat untuk masyarakat. Selain soal perbaikan kualitas siaran (gambar dan suara) menjadi lebih baik, TV digital juga memungkinkan masyarakat punya lebih banyak referensi tontonan karena jumlah kanal siaran akan semakin banyak dan beragam. Masyarakat tinggal memilih sesuai dengan minat dan kebutuhan.  

Siaran TV digital juga akan menyediakan fitur Electronic Program Guide (EPG) yang bisa membantu mengontrol, menyeleksi, dan memilih tayangan yang cocok untuk keluarga. Fitur EPG ini bisa dimanfaatkan para orangtua dalam memilih tontonan yang tepat bagi anak-anak sesuai dengan umurnya.

Hal yang tidak kalah menarik adalah manfaat TV digital ini juga berkaitan dengan kepentingan nasional. Sebagaimana disinggung sebelumnya, migrasi TV digital ini sekaligus sebagai penataan frekuensi untuk komunikasi masa depan, menghemat frekuensi radio salah satunya untuk membangun internet cepat.

Pemerintah juga berharap migrasi TV digital ini akan memberikan efek domino yang positif, salah satunya mendorong perkembangan ekonomi digital di tanah air. Melalui tontonan yang beragam dan berkualitas, kiranya bisa dimanfaatkan masyarakat selain sebagai media hiburan juga untuk meningkatkan kualitas dan kapasitas dirinya agar lebih produktif.

Demikian halnya, internet cepat juga bisa dioptimalkan masyarakat sehingga semakin banyak yang ikut terlibat dalam usaha ekonomi digital. Akan tercipta banyak lapangan pekerjaan baru, wirausaha baru, dan akhirnya bisa mengurangi angka pengangguran.

Pemerintah bahkan sudah punya hitung-hitungan sendiri berkaitan migrasi TV digital. Penataan ulang spektrum frekuensi atau refarming ditaksir bisa menaikkan Produk Domestik Bruto sekitar Rp443 triliun dan penerimaan pajak maupun bukan pajak sekitar Rp77 triliun. ASO juga akan menghasilkan 230.000 lapangan pekerjaan baru dan 181.000 unit usaha baru jika diterapkan.

***

Jambi, 20 Agustus 2021

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gadget Selengkapnya
Lihat Gadget Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun