Kasus ini telah mencoreng nama Indonesia sebagai salah satu kampiun negara demokrasi di dunia. Jangan pernah anggap enteng kasus ini. Saya berpendapat, ini tak bisa dianggap sebagai kelalaian biasa. Harus ada upaya untuk mengurai kasus ini sejelas-jelasnya dan tentu ada konsekuensi bagi pihak-pihak terkait.
Bila nanti terbukti benar bahwa Orient merupakan WNA, ia harus menanggung risiko yang besar. Bukan sekadar kemenangannya yang harus dianulir. Itu masih terlalu ringan. Orient juga wajib dimintai keterangan secara mendalam berkaitan status kewarganegaraannya. Apakah memang ia tidak mengetahui syarat dan ketentuan untuk maju di Pilkada, atau memang secara sadar dan sengaja melanggarnya? Serta patut diusut tuntas, bagaimana proses ia berhasil memperoleh "status WNI" dari Dinas Dukcapil sehingga bisa maju di Pilkada. Jangan-jangan telah terjadi praktik pelanggaran hukum.
Kita ingat berbagai kasus yang terjadi dan berkaitan dengan proses pembuatan administrasi kependudukan. Kasus Djoko Tjandra misalnya yang sempat membuat heboh. Faktanya, Sang Joker (sebutan Djoko Tjandra), meski berstatus buron kasus korupsi malah bisa bebas keluar masuk Indonesia. Ia bahkan masih sempat-sempatnya membuat e-KTP atas nama dirinya sendiri, hanya dalam waktu satu jam. Sangat istimewa.
Patut diduga, jangan-jangan Orient pun telah mendapat perlakuan "istimewa" saat membuat kelengkapan administrasi kependudukan sebagai syarat pencalonan. Untuk itulah, aparat birokrasi yang berkaitan dengan itu semua juga wajib diperiksa dan diminta penjelasan. Bila memang terbukti ada penyelewengan, sanksi wajib dijatuhkan.
Tidak berhenti sampai disana. Pihak penyelenggara (KPU) dan pengawas (Bawaslu) juga wajib bertanggung jawab terhadap kasus ini. Sesuai kewenangannya masing-masing, harus segera diurai secara tuntas, apa yang menyebabkan peristiwa ini bisa terjadi?
Sekali lagi, ini bukan peristiwa atau kecolongan biasa saja karena telah mencoreng nama bangsa Indonesia. Dalam skala yang lebih kecil, masyarakat Kabupaten Sabu Raijua juga jelas sangat dirugikan. Padahal, mereka sudah memberikan aspirasi suaranya dengan penuh harapan.
Persoalannya jelas tak semudah misalnya menganulir kemenangan Orient dan digantikan oleh orang lain. Atau bahkan misalnya harus melakukan pemilu ulang. Aspirasi mereka yang telah memberikan hak suaranya, seakan-akan menjadi sia-sia karena kelalaian. Belum lagi kalau misalnya penanganan kasus ini menjadi berlarut-larut.
***
Jambi, 2 Februari 2021 Â Â Â Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H