Mohon tunggu...
Stevan Manihuruk
Stevan Manihuruk Mohon Tunggu... Penulis - ASN

Buruh negara yang suka ngomongin politik (dan) uang

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Menyoal Kasus WNA yang Terpilih Menjadi Bupati

2 Februari 2021   23:11 Diperbarui: 2 Februari 2021   23:25 1780
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Orient Riwu Kore (Kompas TV/Dikutip dari laman Facebook Orient Riwu Kore)

Peristiwa ini mungkin layak masuk MURI (Museum Rekor Indonesia). Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Sabu Raijua, NTT melaporkan temuan bahwa Bupati terpilih pada Pilkada 2020 di kabupaten tersebut bermasalah. Bupati terpilih, Orient P Riwu Kore diduga berstatus penduduk Amerika Serikat (AS) alias sebagai Warga Negara Asing (WNA).

Pihak Bawaslu bahkan sangat yakin dengan temuan tersebut karena telah mengonfirmasinya kepada Kedutaaan Besar AS untuk Indonesia.

"Kami kemarin email ke Kedubes Amerika bahwa benar saudara Orient warga negara Amerika Serikat," ujar Ketua Bawaslu Sabu Raijua Yudi Tagi Huma.

Sementara itu, pihak KPU NTT justru memastikan telah telah melakukan verifikasi dan validasi berkas kependudukan Orient sebagai syarat pencalonan. Tidak ada dokumen/berkas yang menyatakannya sebagai warga AS.

"Dia (Orient) warga negara Indonesia (WNI) berdasarkan dokumen kependudukan karena kami berbasis dokumen kependudukan (yang) diserahkan," ujar Ketua KPU NTT Thomas Dohu.

Menurut Thomas, KPU NTT telah mengklarifikasi Dinas Kependudukan Catatan Sipil (Dukcapil) Kota Kupang selaku pihak yang menerbitkan kartu tanda penduduk elektronik (KTP-el) milik Orient. Dinas Dukcapil membenarkan telah menerbitkan KTP-el tersebut.

Dinas Dukcapil Kupang mengklarifikasi keabsahan KTP-el atas nama Orient P Riwu Kore. Hal itu tertuang dalam berita acara Nomor DKPS.470/1074/IX/2020. KTP-el atas nama Orient P Riwu Kore tercatat sebagai warga Kupang yang beralamat di RT 03/RW 01, Nunbaun, Alak.

Usut tuntas

Tentu banyak hal yang bisa dipelajari dari kasus ini. Kita harus menerima dan menghormati (dugaan) fakta yang menjadi temuan Bawaslu sekaligus menghormati penjelasan pihak KPU yang sudah melakukan tugasnya yaitu memvalidasi dan verifikasi data kandidat saat pencalonan. Ditambah lagi fakta pihak berwenang dan terkait urusan administasi kependudukan (Dinas Dukcapil) pun sudah memberikan klarifikasi keabsahan secara tertulis.

Namun, kasus ini semakin membuka mata kita bahwa pengalaman sudah pernah melaksanakan pemilu di tingkat daerah dan pusat selama beberapa tahun, ternyata tak cukup untuk mencegah kasus memalukan semacam ini bisa terjadi.

Mengapa memalukan? Ini jelas menabrak aturan dan ketentuan yang ada. Sudah jelas bahwa yang memiliki hak untuk maju dan dipilih sebagai calon kepala daerah harus merupakan WNI. Tidak ada klausul yang menyebutkan WNA boleh maju. Pertanyaannya, mengapa pihak penyelenggara bisa kecolongan? Dan mengapa temuan ini baru diungkap setelah pilkada digelar dan diumumkan pemenangnya? Ada apa?

Kasus ini telah mencoreng nama Indonesia sebagai salah satu kampiun negara demokrasi di dunia. Jangan pernah anggap enteng kasus ini. Saya berpendapat, ini tak bisa dianggap sebagai kelalaian biasa. Harus ada upaya untuk mengurai kasus ini sejelas-jelasnya dan tentu ada konsekuensi bagi pihak-pihak terkait.

Bila nanti terbukti benar bahwa Orient merupakan WNA, ia harus menanggung risiko yang besar. Bukan sekadar kemenangannya yang harus dianulir. Itu masih terlalu ringan. Orient juga wajib dimintai keterangan secara mendalam berkaitan status kewarganegaraannya. Apakah memang ia tidak mengetahui syarat dan ketentuan untuk maju di Pilkada, atau memang secara sadar dan sengaja melanggarnya? Serta patut diusut tuntas, bagaimana proses ia berhasil memperoleh "status WNI" dari Dinas Dukcapil sehingga bisa maju di Pilkada. Jangan-jangan telah terjadi praktik pelanggaran hukum.

Kita ingat berbagai kasus yang terjadi dan berkaitan dengan proses pembuatan administrasi kependudukan. Kasus Djoko Tjandra misalnya yang sempat membuat heboh. Faktanya, Sang Joker (sebutan Djoko Tjandra), meski berstatus buron kasus korupsi malah bisa bebas keluar masuk Indonesia. Ia bahkan masih sempat-sempatnya membuat e-KTP atas nama dirinya sendiri, hanya dalam waktu satu jam. Sangat istimewa.

Patut diduga, jangan-jangan Orient pun telah mendapat perlakuan "istimewa" saat membuat kelengkapan administrasi kependudukan sebagai syarat pencalonan. Untuk itulah, aparat birokrasi yang berkaitan dengan itu semua juga wajib diperiksa dan diminta penjelasan. Bila memang terbukti ada penyelewengan, sanksi wajib dijatuhkan.

Tidak berhenti sampai disana. Pihak penyelenggara (KPU) dan pengawas (Bawaslu) juga wajib bertanggung jawab terhadap kasus ini. Sesuai kewenangannya masing-masing, harus segera diurai secara tuntas, apa yang menyebabkan peristiwa ini bisa terjadi?

Sekali lagi, ini bukan peristiwa atau kecolongan biasa saja karena telah mencoreng nama bangsa Indonesia. Dalam skala yang lebih kecil, masyarakat Kabupaten Sabu Raijua juga jelas sangat dirugikan. Padahal, mereka sudah memberikan aspirasi suaranya dengan penuh harapan.

Persoalannya jelas tak semudah misalnya menganulir kemenangan Orient dan digantikan oleh orang lain. Atau bahkan misalnya harus melakukan pemilu ulang. Aspirasi mereka yang telah memberikan hak suaranya, seakan-akan menjadi sia-sia karena kelalaian. Belum lagi kalau misalnya penanganan kasus ini menjadi berlarut-larut.

***

Jambi, 2 Februari 2021        

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun