Baru-baru ini di kalangan investor saham, viral pengakuan beberapa orang yang mengaku menggunakan "uang panas" saat membeli saham. Bila ditelusuri, awalnya mereka tertarik untuk membeli saham karena melihat ada saham-saham tertentu yang hampir setiap hari naik cukup drastis.
Mungkin terdorong oleh nafsu serakah untuk ikutan cuan dalam waktu singkat, ada yang berani mengajukan pinjaman online, menggunakan uang arisan, menggadaikan surat tanah dan kendaraan untuk diinvestasikan ke dalam saham yang sedang dalam tren "terbang".
Namun apa daya, untung tak dapat diraih dan malang tak dapat ditolak. Bukannya naik, saham yang mereka beli ternyata turun drastis selama berhari-hari.
Ada yang mengaku sudah dalam posisi floating loss sekitar 25 persen. Misalkan mereka beli saham seratus juta rupiah, dalam posisi terkini dan mereka berpikir ingin menjual sahamnya, otomatis mereka akan rugi dua puluh lima juta rupiah. Menyeramkan, bukan?
Beberapa emiten saham di BEI belakangan ini memang cukup menyedot perhatian. Ambil contoh, saham-saham di sektor farmasi. Bila dihitung-hitung, hampir semuanya sudah "terbang" dan sempat mencapai harga tertingginya seiring berita positif mengenai vaksin. Ada lagi saham-saham yang bergerak di sektor nikel, seiring rencana pengadaan mobil listrik di Indonesia.
Pasar bereaksi sangat cepat, positif, dan sudah berlebihan. Beberapa analis dan pelaku pasar sebenarnya sudah mewanti-wanti para investor agar berhati-hati bila berniat membeli saham-saham tersebut. Ada potensi penurunan harga yang cukup besar dan bisa membuat investor "nyangkut" karena membeli di harga yang mahal. Ternyata benar dan itulah yang terjadi saat ini.Â
Coba bayangkan jika kita berada di posisi tersebut, sementara uang yang sudah dibelikan saham itu harus segera dikembalikan. Bila sahamnya dijual sekarang, tentu akan menanggung kerugian besar. Bila tidak segera dijual, jangan-jangan potensi kerugiannya semakin membesar.
Investasi atau judi?
Pada akhirnya, penting untuk terus diingatkan bahwa membeli saham adalah salah satu wujud investasi. Dengan demikian, sangat keliru bila menganggap saham sebagai jalan pintas untuk menjadi kaya raya. Investasi saham memang menjanjikan imbal hasil yang besar, tapi tetaplah berhati-hati karena potensi kerugiannya pun besar.
Coba kita luangkan waktu sejenak untuk belajar dari pengalaman hidup para investor saham yang sudah berhasil baik di dalam maupun luar negeri. Tidak ada yang instan. Semua butuh proses dan konsistensi.
Investasi ibarat kita sedang menanam bibit tanaman, yang perlu terus disiram dan dirawat agar tumbuh dengan baik dan pada waktunya kelak bisa kita nikmati hasilnya.