Mohon tunggu...
Stevan Manihuruk
Stevan Manihuruk Mohon Tunggu... Penulis - ASN

Buruh negara yang suka ngomongin politik (dan) uang

Selanjutnya

Tutup

Music Pilihan

Musik 90s, Era Emas Musik Tanah Air (?)

9 Januari 2021   22:25 Diperbarui: 9 Januari 2021   22:28 424
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi konser musik (Kompas.com/Garry Andrew Lotulung)

Baiklah kita mencoba mendengar pendapat profesor psikologi Prancis T McAndrew yang mengatakan selera musik seseorang mulai mengkristal sejak usia 13 atau 14 tahun. Kemudian saat usia 20an, selera itu akan "terkunci" dan cenderung ajek.

Ada lagi penelitian yang menemukan bahwa pada saat kita berusia 33 tahun, kebanyakan dari kita telah berhenti mendengarkan musik baru. Alasannya cukup sederhana, saat itu mungkin kita sudah lebih disibukkan dengan urusan pekerjaan dan keluarga. Adapun lagu-lagu populer yang dirilis ketika kita masih remaja awal cenderung tetap cukup populer di kalangan kelompok usia kita selama sisa hidup kita.

Dengan bahasa yang lebih sederhana, setiap generasi sudah pasti akan menganggap musik di eranya lebih baik dan populer karena memang musik itulah yang pernah dia dengar dan nikmati. Sehingga besar kemungkinan mereka yang menganggap musik 90s sebagai era emas musik Indonesia adalah mereka yang memang menghabiskan masa remaja (awal mengenal dan mulai menikmati musik) di era musik tersebut lahir.

Sekali lagi, sebenarnya sah-sah saja kita punya anggapan bahwa musik di era tertentu merupakan era yang terbaik. Tapi tentu saja tanpa harus membandingkannya dengan era yang lain.

Setiap zaman punya selera berbeda dan itulah yang membuat terbentuknya pasar. Mengagungkan era musik yang satu dengan yang lain itu ibarat sedang mencoba mengatakan penikmat musik barat punya selera musik yang lebih tinggi dibandingkan penikmat musik lokal. Atau, penikmat musik pop jauh "lebih bermartabat" dibandingkan penikmat musik dangdut misalnya. Kacau sekali, bukan?

Semestinya kita bisa menikmati musik apapun dengan sebebas-bebasnya, tanpa harus mendapatkan stigma yang menganggap kita kuno, ketinggalan zaman, tak punya selera dan sebagainya. Musik adalah alat hiburan sekaligus pemersatu dan bukan sebaliknya.    

***

Jambi, 9 Januari 2021

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Music Selengkapnya
Lihat Music Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun