Saya memaknai investasi sebagai jalan/upaya terbaik untuk mempersiapkan tujuan jangka panjang. Dengan berinvestasi, kita bisa menyimpan bahkan melipatgandakan harta atau uang yang kita miliki.
Hasil paling minimal, uang yang kita miliki tidak akan menurun nilainya "dimakan" inflasi karena ada imbal hasil yang didapatkan. Berbeda bila misalnya uang yang kita punya hanya ditabung, didiamkan di bank. Semakin lama, nilainya akan semakin tergerus. Menabung di bank memang tidak bisa dikategorikan sebagai investasi.
Dalam dunia investasi ada istilah "high risk, high return", bila menginginkan imbal hasil yang tinggi, bersiaplah menghadapi risiko yang tinggi. Begitu pula sebaliknya. Ada jenis investasi yang imbal hasilnya tidak terlalu tinggi, tetapi risikonya pun nyaris nihil.
Deposito, obligasi, surat berharga lainnya masuk dalam kategori investasi yang minim risiko. Imbal hasil yang akan didapatkan sudah pasti dan bisa dihitung bahkan sejak awal.
Sementara investasi saham bisa disebut sebagai investasi yang berisiko tinggi. Meskipun tentu saja, imbal hasil yang didapatkan bukan hanya puluhan melainkan bisa sampai ratusan bahkan ribuan persen.
Salah satu investor saham tersukses di tanah air bernama Lo Kheng Hong sudah membuktikan. Bukan hanya sekali, tetapi sudah berkali-kali. Ia bahkan pernah mencatatkan rekor memperoleh keuntungan sampai 12.500 persen dari salah satu saham perusahaan yang dimilikinya. Nilai investasinya saat ini diperkirakan sudah mencapai triliunan rupiah. Dalam beberapa kesempatan Lo Kheng Hong berkali-kali mengatakan, bila ingin kaya maka investasi saham "the best choice".Â
Harus diakui, jumlah orang yang sukses dalam berinvestasi saham memang masih kalah bila dibandingkan mereka yang menuai kegagalan. Indikasinya, masih banyak yang alergi mendengar kata "saham". Istilah "main saham" yang berkonotasi negatif bahkan jauh lebih populer dibandingkan "nabung/investasi saham". Ada lagi yang masih sangat yakin mengatakan saham itu judi.Â
Masih kurangnya pemahaman publik tentang investasi saham memang masih menjadi kendala besar bagi industri pasar modal di tanah air. Data yang ada menunjukkan, jumlah investor lokal yang sudah tercatat namanya di bursa, masih pada kisaran satu persen. Berbeda jauh dengan jumlah investor lokal di negara-negara tetangga. Â Â Â
Banyak kasus
Saya yakin, ketakutan orang untuk terjun ke dunia investasi saham kian menjadi-jadi saat tersiar kabar tentang sejumlah orang yang mengaku sudah kehilangan banyak uang lantaran menggunakan jasa Jouska untuk mengelola dana investasi mereka. Ini bukan yang pertama kali terjadi.
Beberapa waktu sebelumnya publik juga heboh dengan kasus asuransi Jiwasraya dan Asabri. Perusahaan milik pemerintah ini diklaim sudah tidak berdaya lagi untuk melunasi kewajibannya pada nasabah. Usut punya usut, perusahaan ini menderita kerugian yang sangat besar karena salah menempatkan dana yang mereka kelola dengan membeli saham-saham perusahaan yang tidak sehat.
Alih-alih membeli saham perusahaan besar yang sudah teruji dari masa ke masa, mereka justru membeli saham-saham perusahaan kecil dengan harapan harga sahamnya bisa segera terbang tinggi dan menghasilkan keuntungan berkali-kali lipat.
Apa daya, untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak. Bukannya naik, harga saham perusahaan yang dibeli justru turun semakin dalam dan sepertinya sulit untuk bangkit lagi. Terlebih setelah mencuatnya kasus ini. Â
Berpikir mandiriÂ
Jujur saja, saya juga masih tergolong masih baru dalam berinvestasi saham. Saya tidak ingat persis awal mula bisa berkenalan dengan dunia ini. Tiba-tiba saja saya sudah penasaran, lalu ketagihan mencari dan menonton video tentang saham di Youtube.
Singkat cerita, lalu saya ikut Sekolah Pasar Modal (SPM) yang dilaksanakan salah satu cabang Bursa Efek di kota ini. Di sana pula, saya dibantu untuk membuka Rekening Dana Nasabah (RDN) alias rekening saham.
Satu hal yang pasti dan menjadi keyakinan saya, investasi saham bukan investasi abal-abal atau bodong. Regulasi dan dasar hukum yang mengaturnya sangat jelas. Produk-produk perusahaan yang sahamnya diperdagangkan juga bisa dilihat jelas dan sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari.
Dalam rentang umur dan pengalaman investasi yang masih pendek, saya sudah pernah merasakan nikmatnya ketika harga saham perusahaan yang saya miliki naik sampai seratus persen hanya dalam hitungan empat bulan. Rasa senang juga muncul saat perusahaan yang saya pegang sahamnya mengumumkan rencana pembagian dividen.
Tetapi saya juga sudah merasakan pahitnya menjual rugi saham perusahaan yang saya beli karena harganya selalu turun. Saya putuskan menjual rugi karena sudah tidak punya keyakinan lagi harga sahamnya akan naik atau minimal kembali ke harga pembelian saya sebelumnya.
Pelajaran pentingnya bahwa investasi yang saya miliki saat ini merupakan tanggung jawab saya pribadi. Dengan demikian, setiap keputusan yang saya ambil memang harus dipertimbangkan dengan sangat matang dan sungguh-sungguh. Saya tidak rela kehilangan uang yang sudah diinvestasikan karena diperoleh dengan keringat dan susah payah.
Agar keputusan yang saya ambil saat berinvestasi benar-benar memiliki dasar dan keyakinan yang kuat, saya selalu berusaha mencari informasi sebanyak-banyaknya sebagai bahan perbandingan.
Sangat bersyukur karena saat ini sangat banyak media yang bisa dijadikan sarana untuk mengedukasi diri. Saya selalu antusias membaca buku, artikel/ulasan para praktisi tentang pasar saham. Demikian halnya video edukasi tentang saham dan berbagai analisanya yang bisa ditemukan secara gratis di Youtube dan Instagram.
Sebagaimana disampaikan orang-orang sukses, investasi terbaik adalah investasi pada diri sendiri. Artinya, selalu membaharui pengetahuan, skill, informasi yang kita miliki. Itulah yang menjadi modal utama untuk selalu siap berpikir mandiri dalam membuat keputusan-keputusan penting saat berinvestasi.
Sejak awal memutuskan berinvestasi saham, saya memang tidak terlalu tertarik untuk menggunakan jasa manajer investasi. Bukan karena sombong atau terlalu yakin. Saya memang benar-benar ingin menikmati proses dan pembelajaran yang ada.
Bila menggunakan manajer investasi, artinya saya harus membayar fee untuknya. Kemudian agar tidak salah memilih, berarti saya harus mengalokasikan waktu serta tenaga untuk mempelajari dan meneliti terlebih dulu track record si manajer investasi tersebut. Meskipun, track record tidak selalu bisa jadi jaminan. Â
Akhirnya saya berpikir dan memutuskan, lebih baik saya lakukan semua secara mandiri. Tidak perlu merasa kuatir dana investasi akan disalahgunakan, karena saya sendiri yang mengelolanya. Untung atau rugi, berhasil atau tidak akan bergantung pada keseriusan dan kesungguhan saya dalam mengelolanya.Â
Saya juga akan lebih tertarik untuk membeli buku, mengikuti diskusi/seminar (meskipun berbayar) tentang investasi saham dengan harapan itu akan memperkaya informasi, pengetahuan, dan skill saya.
Namun, itu semua tentu tergantung keyakinan masing-masing. Faktanya bahwa banyak juga orang yang berhasil saat menggunakan jasa manajer investasi. Dana investasi mereka dikelola oleh orang-orang yang tepat, kredibel dan bertanggung jawab, sehingga bisa konsisten bertumbuh dan menghasilkan keuntungan.
Satu hal yang pasti, dalam dunia investasi akan selalu banyak datang tawaran, ajakan bahkan iming-iming yang bisa mempengaruhi pikiran kita. Agar tidak mudah tergoda dan ikut-ikutan, menurut saya, seorang investor penting untuk selalu terlatih berpikir mandiri.Â
***
Jambi, 2 Agustus 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H