Polemik terkait mahalnya harga tiket pesawat khususnya rute domestik (dalam negeri) sudah mencuat dalam beberapa bulan terakhir. Konsumen mengeluh karena harga tiket pesawat saat ini sudah melonjak tajam bila dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.Â
Puncaknya, pada libur mudik lebaran tahun ini, disinyalir telah terjadi penurunan jumlah konsumen pengguna moda transportasi udara yang cukup signifikan. Sepertinya banyak konsumen yang akhirnya beralih menggunakan moda transportasi yang lain (darat atau air) atau mungkin terpaksa menunda rencana mudik tahun ini.
Lalu, apa solusi pemerintah menanggapi masalah ini? Kementerian Perhubungan yang mengurusi bidang teknisnya terlihat masih belum mampu berbuat banyak. Hanya harus lebih ekstra memberikan jawaban, penjelasan, dan klarifikasi atas berbagai tudingan miring yang muncul ke publik.
Tidak adanya kemajuan berarti atas penanganan permasalahan ini membuat publik kian gerah dan terus melontarkan protes ke pemerintah. Menteri Perhubungan dituntut agar segera mengundurkan diri atau diganti karena dianggap tidak becus menangani masalah ini.
Perkembangan berikutnya, muncul dugaan bahwa mahalnya harga tiket pesawat terjadi akibat kongkalikong antara dua maskapai yang disinyalir memainkan siasat kartel karena kebetulan keduanya sedang "memonopoli" penerbangan jalur domestik.
Dugaan kian menguat setelah Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) memeriksa Direktur Utama PT Garuda Indonesia yang ternyata di saat bersamaan merangkap jabatan sebagai Komisaris Utama di Citilink dan Sriwijaya Air. Â Â
Berdasarkan UU Nomor 5 tahun 1999 tentang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, khususnya pasal 26, seseorang yang menduduki jabatan sebagai direksi atau komisaris suatu perusahaan, pada waktu bersamaan dilarang merangkap menjadi direksi atau komisaris pada perusahaan lain, apabila perusahaan-perusahaan tersebut berada dalam pasar yang sama, memiliki keterkaitan yang erat dalam bidang dan atau jenis usaha; atau secara bersama bisa menguasai pangsa pasar barang atau jasa tertentu, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
Belakangan, beredar lagi isu pemerintah telah memutuskan untuk menyediakan penerbangan berbiaya rendah atau Low Cost Carrier (LCC) seperti Lion Air dan Citilink di 3 hari tertentu. Pemerintah meminta maskapai menyediakan tiket pesawat murah di hari Selasa, Kamis dan Sabtu yakni pada jam-jam mulai pukul 10.00 WIB hingga 14.00 WIB.
Namun, Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi mengatakan, pemberian diskon tersebut hanya tipuan semata. Sebab, tanpa diminta pun maskapai akan menurunkan harga tiket pesawat pada jam-jam yang tidak terlalu sibuk.
Solusi totalÂ
Akhirnya, publik masih menantikan solusi total yang bisa diambil pemerintah dalam menghadapi polemik mahalnya harga tiket pesawat. Pemerintah harus segera merumuskan strategi jitu untuk memastikan di satu sisi harga tiket pesawat bisa terjangkau oleh konsumen dan di sisi lain itu tidak mengganggu keberlangsungan usaha jasa maskapai penerbangan di tanah air. Â Â
Ini juga menjadi kesempatan bagi pemerintah untuk melakukan pembenahan secara total. Secara khusus maskapai Garuda Indonesia yang merupakan perusahaan "pelat merah" milik pemerintah saat ini sedang dalam sorotan. Laporan keuangan yang disusun terus dipertanyakan.
Salah satu dampaknya, harga saham emiten bersimbol GIAA tersebut di pasar modal juga terus mengalami penurunan. Pada penutupan harga hari Selasa (2/7), harga saham GIAA berada pada angka Rp 378 per lembar sahamnya, turun 8 poin (-2.07 %) dibandingkan hari sebelumnya.
Aroma korupsi di tubuh maskapai kebanggaan tanah air tersebut juga kian kuat tercium setelah beberapa waktu lalu Direktur Utamanya pun sudah ada yang ditangkap karena diduga terlibat korupsi.
Solusi total memang dibutuhkan mengingat penggunaan transportasi udara saat ini sudah menjadi pilihan sekaligus kebutuhan banyak orang. Sebelumnya, konsumen sudah terbiasa dan rela bila harus membayar harga lebih mahal bila dibandingkan menggunakan moda transportasi darat/air. Namun, kenaikan harga yang dianggap tak wajar dalam beberapa waktu belakangan ini akhirnya membuat konsumen kian resah dan merasa keberatan.
Pemerintah harus segera merebut kembali kepercayaan rakyat. Jangan sampai pemerintah dianggap tidak becus atau gagal mengawal harga tiket pesawat yang semakin mahal dan tidak terjangkau.
Lagipula, pemerintah pasti tidak mau infrastruktur bandara udara yang sudah dibangun dimana-mana dengan menggunakan dana yang besar, lama-kelamaan akan menjadi sepi dan akhirnya menjadi bangunan "berhantu", bukan? Â Â Â
***
Jambi, 2 Juli 2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H