Untuk apa membangun infrastuktur, bila kehidupan masyarakat semakin susah. Ditambah lagi, infrastruktur juga dibangun oleh hasil utang luar negeri. Demikian berbagai narasi yang diciptakan kubu penantang dan terus disuarakan ke publik.
Maka, kedua kubu seolah kompak dan sepakat untuk tidak terlalu serius membincangkan tentang isu lingkungan hidup. Andaipun ada momen isu ini muncul, ujung-ujungnya pasti dikaitkan dengan isu ekonomi.
Padahal, isu lingkungan hidup semestinya tak bisa diabaikan begitu saja. Tidak juga bijak bila selalu menghadap-hadapkannya dengan isu ekonomi, karena sudah pasti ia akan kalah dan tenggelam.
Isu lingkungan hidup semestinya tak sekadar dibincangkan bila sudah terjadi bencana alam.
Sebaliknya, itu perlu terus dibahas dan dibuat langkah konkretnya sebagai upaya pencegahan menjaga kelestarian dan keseimbangan alam.
Rusaknya hutan, tercemarnya lingkungan kita di darat, air dan udara oleh sampah plastik dan sebagainya merupakan fakta yang tidak perlu dibantah lagi.
Fakta telah rusaknya ekosistem juga terdeteksi dari terjadinya konflik manusia dengan manusia, manusia dengan satwa serta berbagai bencana alam yang terjadi.
Kita tunggu saja, dalam format "tarung bebas" yang sudah direncanakan pada debat kedua, akankah ada gagasan-gagasan menarik yang bisa diungkapkan kedua kandidat capres khususnya berkaitan dengan isu lingkungan hidup.
Tentu kita ingin kedua kandidat bisa menunjukkan ke publik bahwa mereka masih punya komitmen dan kepedulian dalam rangka menjaga dan melestarikan lingkungan hidup kita melalui konsep yang sudah direncanakan.
Jangan sampai terulang lagi pengalaman memalukan seperti debat Pilpres 2014 lalu. Di panggung seakbar debat capres dan cawapres yang ditonton ratusan juta rakyat di penjuru nusantara, muncul pertanyaan konyol yang mengindikasikan ketidakmampuan kandidat membedakan piala adipura dan kalpataru.
***